Kisah Penghulu Rasyid Melawan Penjajahan Belanda Di Banua Lawas

Kisah ini saya ambil dari blog Banua Lawas dengan saya perbaiki kata-katanya sedikit sehingga memudahkan untuk dibaca. Kisah ini kisah nyata yang terjadi pada masa penjajahan bangsa Belanda ke Indonesia. Kisah ini menceritakan tentang perjuangan seorang tokoh agama Islam yang membela agama dan tanah airnya dari jajahan bangsa asing. Mungkin masih banyak lagi pejuang-pejuang yang 'notabene' tidak terlalu terkenal tapi begitu berjasa bagi negara ini dan dapat dijadikan panutan dalam kehidupan kita

Kisah Penghulu Rasyid ini belum tentu sama persis dengan sebenarnya, banyak beragam versi yang mengisahkan tenntang Penghulu Rasyid tetapi saya ambil kisah yang logis saja agar mudah dimengerti oleh pembaca. Daerah Banua Lawas sendiri merupakan tempat tinggal saya, tepatnya saya tinggal Di Desa Sungai Durian, Kecamatan Banua Lawas, Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan.  Semoga dengan membaca cerita di bawah ini dapat di ambil hikmahnya. Baca: Kehidupan Ekonomi, Politik, dan Sosial Budaya Kerajaan Gowa Tallo

Kisah Penghulu Rasyid Melawan Penjajahan Belanda Di Banua Lawas

Isi Riyawat Singkat
Penghulu artinya Pemimpin Keagamaan (Pimpinan Spritual) bernama Rasyid, ayah beliau bernama Ma’ali dan ibunya bernama Imur dan Kakaknya bernama Andi bin Kulah dan masih satu keturunan dengan Lambung Mangkurat, yaitu berasal dari keturunan Srilangka. Penghulu Rasyid dilahirkan pada tahun 1815 M di Desa Habau Kecamatan Banua Lawas (Kelua), bahkan rumah tempat kelahiran beliau itu dijadikan Makam Kuburan Tuan Guru Haji Arif Habau. Di lain pihak meriwayatkan (versi Haji Mukri Telaga Itar) bahwa Penghulu Rasyid dilahirkan di desa Telaga Itar pada tahun 1815 M.

Penghulu Rasyid sejak kecilnya taat beribadah serta patuh terhadap ajaran agama Islam, selain itu sangat berbakti kepada kedua orang tuanya. Sejak kecil belajar agama kepada orang tuanya. Setelah itu melanjutkan pelajaran kepada beberapa orang tokoh ulama, di antaranya Tuan Guru Haji Bahruddin dan Tuan Guru Haji Abdussamad. Selain itu, beliau belajar ilmu bela diri kepada salah seorang yang sampai saat ini belum diketahui namanya.


Perjuangan Penghulu Rasyid
Jauh sebelum tahun kelahiran Penghulu Rasyid (1815 M) di daerah Kelua telah berdiri sebuah Kerajaan yang bernama “Bagalong” di wilayah Tabalong dan Daerah Pasir (Tanah Grogot). Setelah Raja Bagalong meninggal dunia, sebagai penggantinya diangkat Putera Almarhum bernama “Pangeran Namin”. Sejak pemerintahan Pangeran Namin inilah pihak Belanda mulai berdatangan ke daerah ini yang katanya hanya berdagang.

Mereka mulai membeli rempah-rempah, hasil bumi dan hutan lainnya. Jumlah mereka kian hari kian bertambah di samping mereka mendatangkan bantuan Serdadu dari Pulau Jawa. Sehingga pada akhirnya mereka memaksa Pangeran Namin untuk menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada Belanda atau setidak-tidaknya bernaung di bawah kekuasaan Belanda dengan membayar upeti kepada Kerajaan Belanda .

Berkali-kali Belanda membujuknya namun Pangeran Namin tetap pada pendiriannya untuk tidak mau tunduk kepada Belanda. Pihak Belanda memberikan ultimatum kepada pangeran Namin harus mengambil salah satu pilihan, menyerah atau diperangi. Akhirnya Pangeran Namin melaksanakan musyawarah dengan para pembantunya yang kemudian mengambil suatu keputusan, yaitu tidak mengambil salah satu alternatif yang diajukan oleh Belanda, akan tetapi beliau bersama keluarganya serta pembantunya hijrah ke dalam hutan Baruh Undan untuk bertapa. Sedang pengawal istana dan tokoh-tokoh kerajaan yang lainnya yang tidak bersedia ke pertapaan, mereka menghindar ke pedalaman Balukut, sungai Ratin, Pelajau, Talan, Banua Rantau, Silaung, Habau dan lain–lain.

Pada pagi harinya karena belum menerima jawaban sebagai penegasan dari Pangeran Namin kepada Belanda, maka pihak Belanda langsung menyerang istana Kerajaan, namun ternyata Kerajaan tersebut dalam keadaan tidak berpenghuni, sedang istana sudah dibumi hanguskan oleh Pangeran Namin sebelum berangkat meninggalkanya. Pihak Belanda yang bermarkas di Amuntai sama sekali tidak mengetahui adanya pembumi hangusan Istana tersebut.

Di lain pihak Pangeran Antasari telah menunjuk Penghulu Rasyid sebagai kepala perang di sektor Tabalong yang dalam hal ini beliau menetapkan Markas Pertahanan dan tempat latihan Prajurit dalam bergerilya di Desa Habau. Beliau didampingi oleh tiga pembantu utamanya, ialah:

1. Habib Rahban asal Demak
2. Datu Ahmad asal Habau
3. Untuk asal Telaga Itar Kelua

Keterangan :
Lokasi markas pertahanan Penghulu Rasyid ialah di Tunggung Sawu (Sungai Penghulu) Mandaling Habau Kecamatan Banua Lawas, sedang daerah penyanggulannya ialah di sekitar Telaga Itar, Muara Sungai Hanyar dan di sungai Buluh serta di Tabur .

Pernyataan perang dari Pangeran Antasari terhadap serdadu Belanda yang diploklamirkan di Tanjung pada tanggal 17 Agustus 1860 menyebabkan di seluruh wilayah Tabalong semuanya dalam keadaan bahaya. Pertempuran Pangeran Antasari yang dibantu oleh Penghulu Rasyid melawan Serdadu Belanda di Tanjung selama kurang lebih tiga hari tiga malam yang menyebabkan kira-kira 160 orang prajurit Antasari/prajurit Penghulu Rasyid telah gugur sebagai syuhada. Sedangkan dipihak serdadu Belanda, katanya kapal perangnya kembali ke Amuntai penuh dengan mayat serdadu yang juga gugur.

Penyanggulan dengan perang sistem gerilya yang dipimpin oleh Penghulu Rasyid telah dilakukan di mana-mana, pihak Belanda hampir tidak ada kemampuan lagi untuk menghadapi serangan penyanggulan dari Prajurit Penghulu Rasyid, yang dalam hal ini pihak Belanda terpaksa meminta bantuan Serdadu ke Banjarmasin.


Puncak Pertempuran
Pihak Belanda selain menggunakan cara perang juga dilakukan politik adu domba untuk memancing kelemahan-kelemahan yang menjadi kebiasaan bagi Bangsa Indonesia. Penguasa Belanda di wilayah Tabalong dan Amuntai membuat Maklumat atau Pengumuman yang isinya sebagai berikut:

“Barang Siapa Dapat Menangkap Penghulu Rasyid Dalam Keadaan Hidup Atau Mati Akan Diberikan Hadiah 1.000 Golden Serta Diberi Bintang Jasadan Tidak Dikenakan Pajak Memajak Sampai Tujuh Turunan. Kalau Dia Sudah Terbunuh Agar Kepalanya Dibawa Sebagai Bukti.”

Penghulu Rasyid bersama prajuritnya yang tegar dengan daya juang yang tinggi berjuang dan mengusir penjajah Belanda di Bumi Tabalong selama kurang lebih 6 tahun (1859-1865) sebagai suatu perjuangan yang tidak terpisahkan dengan wilayah perjuangan daerah-daerah lain di Kalimantan dan bahkan di Indonesia.

Pada suatu pagi yang nahas, Penghulu Rasyid dengan kekuatan Prajuritnya sedang disiagakan di sekitar Mesjid Pusaka Banua Lawas. Di luar dugaan, tiba–tiba serangan Belanda secara total dari segala jurusan. Akhirnya terjadilah pertempuran yang amat dahsyat dengan kekuatan yang kurang seimbang, ditambah suatu nahas bagi Pimpinan Griliawan yang gagah perkasa ini, Penghulu Rasyid, yang didampingi oleh sepupu beliau sebagai pendamping yang setia menyingkir keluar dari sektor pertempuran. Sementara seluruh prajuritnya sebagian ada terus mengadakan perlawanan dan sebagian lainnya ada yang mundur. Penghulu Rasyid beristirahat di bawah pohon berunai di sebelah Timur dari Jihad Mesjid Pusaka Banua Lawas.

Tempat persembunyian Penghulu Rasyid bersama sepupu beliau bernama Umpak telah tercium oleh Sepiun Belanda, yaitu kawan seperguruan Penghulu Rasyid yang kebetulan menjadi Pembakal (Kepala Desa) bernama Busan asal Sungai Rukam Kecamatan Kelua.

Pembakal Busan langsung saja menemui sasarannya dengan membayangkan uang kontan 1.000 Golden serta Bintang Jasa dan tidak dikenakan Pajak selama 7 turunan.

Seraya berkata :

“Akhirnya kita bertemu juga wahai sahabat, sebaiknya sahabat lebih baik menyerah daripada meneruskan perjuangan yang tidak bakal menang juga melawan Serdadu Belanda yang lebih kuat dan lebih hebat dari kita.”

Lalu Penghulu Rasyid pun berkata:

“Saya tidak akan menyerah wahai sahabat, apapun yang akan terjadi saya tetap menghadapinya dengan penuh konsekuensi. Ingat pesan guru kita”

Busan pun menjawab:

“Kalau demikian pendirianmu lebih baik saya membunuh kamu” seraya menghunus goloknya dengan pandangan yang ganas dan galak.

“Kalau demikian maksud sahabat yang dalam situasi begini saya tidak berdaya lagi karena luka saya sangat parah, untuk itu baiklah saya mohon diri untuk shalat ashar” ujar Penghulu Rasyid. Pembakal Busan mengangguk tanda setuju.

Penghulu Rasyid melaksanakan Shalat Ashar dan sampai pada Sujud akhir pada raka’at yang terakhir tidak bangkit-bangkit lagi, Pembakal Busan timbul rasa curiga dan langsung mendekatinya serta menyentuhnya pada bagian leher Penghulu Rasyid, ternyata beliau kembali kerahmatullah dalam keadaan Sujud.

Pembakal Busan rasa terkejut dan timbul rasa keraguan untuk mengambil langkah selanjutnya, beliau berjalan kira-kira 20 meter kemudian terbayang dalam benaknya 1.000 Golden, Bintang jasa dan Bebas Pajak 7 Turunan, dengan tidak berpikir panjang langsung memotong leher Penghulu Rasyid yang sudah dalam keadaan meninggal.

Kepalanya langsung dibawa untuk diperuntukkan kepada Opsir Belanda yang menunggu di Pos Terdepan. Namun di tengah jalan terjadi perebutan atas kepala itu dengan seorang sersan yang seolah-olah sersan itulah yang berhasil membunuh Penghulu Rasyid, akhirnya dapat dilerai oleh serdadu lain dan Pembakal Busan dapat membuktikan atas kebenaran dirinya.

Khabarnya uang 1.000 Golden dimaksud yang diterima oleh BUSAN hanya 500 Golden, sedang selebihnya dibagi-bagikan oleh Serdadu Belanda yang telah berusaha juga mendapatkannya. Jenazah Penghulu Rasyid dimakamkan pada sore Jum’at (setelah Shalat Ashar) di samping Mesjid Banua Lawas dalam tahun 1865 dalam usia 50 tahun.

Beliau berpulang kerahmatullah dengan meninggalkan bukti-bukti sejarah perjuangan yang tidak kecil artinya dalam memberikan semangat daya juang bagi anak cucu sebagai generasi perjuangan bangsa hingga tercapai wujud Kemerdekaan yang diidamkan oleh seluruh Bangsa Indonesia.


Bukti Sejarah :
1 (satu) buah Makam di samping Mesjid Pusaka Banua Lawas yang bernama “Makam Penghulu Rasyid”, Makam tersebut pada bagian bawahnya dari beton dan tebal serta pada bagian atasnya dari kayu ulin dan kubah. Kubah tersebut dibuat oleh Bidang Muskala Kanwil Depdikbud Propkalsel tahun 1998.

Makam tersebut berukuran :
Panjang : 200 cm
Lebar : 165 cm
Tinggi : 103 cm

Demikianlah kisah mengenai perjuangan Penghulu Rasyid, kita sekarang tidak ada lagi penjajahan berkat perjuangan-perjuangan mereka, berkat keberanian mereka, berkat ketulusan mereka kita sekarang tidak perlu ada lagi pertumpahan darah, sudah sepatutnya semangat dan kesetiaan mereka kita warisi, sudah sepantasnya juga kita menghormati mereka dan memberi penghargaan serta do’a pada mereka. Semoga amal baik mereka di terima di sisi Allah SWT. Amin Ya Rabbal Alamin...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel