Pengertian Irigasi Teknis dan Prinsip Pengelolaan Irigasi
Irigasi teknis adalah semua sumber pemasukan air dan debitnya dapat diukur, dan pembangunan bendungan air, saluran primer dan tertier serta pemeliharaannya ditanggung dan dikelola pemerintah. Berdasarkan data yang ada luas sawah yang berpengairan teknis di seluruh Indonesia lebih kurang 22,73%. Tanaman padi pada umumnya membutuhkan air untuk proses pertumbuhannya dari sejak persemaian sampai proses pembentukan pati butir padi, tetapi kebutuhan air tersebut mempunyai fase-fase tertentu yang dibutuhkan oleh tanaman padi. Kebutuhan air antara jenis padi berbeda, padi sawah lebih banyak membutuhkan air dari pada padi gogo atau padi lahan kering.
Tinjauan Historis Pembangunan Irigasi di Indonesia Mewujudkan kembali Irigasi Masyarakat, Pembangunan irigasi di Hindia Belanda dimulai dengan adanya kelaparan karena gagal panen tahun 1848/49 sekitar 200.000 orang meninggal dunia di Demak (Van der Giessen, 1946), sehingga pada tahun 1859 dibangun bendung Glapan di S. Tuntang mengairi 12.000 ha. Awal abad ke 20 lahir "politik etis" yang intinya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pribumi diprogramkan 3 hal yakni: (1) IRIGASI, (2) EDUKASI dan (3) TRANSMIGRASI. Selain irigasi yang dibangun pemerintah pada tahun 1914, sudah ada sawah beririgasi yang dibangun masyarakat seluas 2/3 dari total sawah beririgasi.
Prinsip-prinsip Pengelolaan Irigasi ada dua prinsip utama
(a) Pekalen Regeling: sistem pengelolaan yang didasarkan pada pola tanam (cultuur plan) yang ditetapkan sebelumnya. Pengelolaan air irigasi diperlukan untuk mendukung terlaksananya pola tanam yang dikehendaki, suatu prinsip klasik tentang azas. (a) Pekalen Regeling: sistem pengelolaan yang didasarkan pada pola tanam (cultuur plan) yang ditetapkan sebelumnya. Air irigasi diperlukan untuk mendukung terlaksananya pola tanam yang dikehendaki, suatu prinsip klasik tentang azas kegunaan, (b) Pategoean Regeling: mengadopsi prinsip pengelolaan air pada daerah irigasi yang dibangun masyarakat sendiri yaitu alokasi air berdasarkan kesamaan kesempatan, sedangkan pola tanam diserahkan sendiri pada masyarakat. Pada masa penjajahan untuk kepentingan kolonial maka dipilih yang pertama dengan turunannya sistem Golongan, sistem Pasten dll.
Sejak Pelita I: komitmen rehabilitasi dan perluasan irigas dipacu oleh kepentingan mencapai swasembada beras, dengan bantuan kredit lunak dari IDA (International Development Agency). Pada kurun waktu 1969-1984: Areal Irigasi seluas 3,4 juta hektar dalam kondisi rusak menjadi 5,0 juta hektar kondisi baik. Intensitas Pertanaman meningkat dari 100% menjadi 145%. produktivitas naik lebih dari 2 kali lipat (2 ton GKG/ha - 4,3 ton GKG/ha). Swasembada beras dicapai tahun 1984 - 1993, dan kembali swasembada beras tahun 2004 sampai sekarang. Swasembada beras tersebut dapat dicapai dengan pengelolaan irigasi yang baik dan teknik budidaya tanaman padi yang diterapkan petani sesuai anjuran serta dukungan dari berbagai pihak yang terkait.
Penggunaan air irigasi dapat dilakukan secara efesien dan efektif sesuai dengan volume air yang ada dapat dilakukan antara lain ;
a) pemeliharaan bendungan, saluran primer, sekunder dan tertier, dengan pemeliharaan bendungan dan saluran tersebut maka air yang ada benar-benar dapat dialirkan ke persawahan para petani yang menanam padi,
b) pemasukan air ke sawah sesuai kebutuhan, air yang dialirkan ke persawahan para petani harus disesuaikan debitnya sesuai kebutuhan padi yang sedang ditanam, pada saat air dibutuhkan padi misalnya pada persemaian dan pertumbuhan, sedangkan pada saat musim hujan dan pengeringan butir malai maka debit air yang dimasukkan ke sawah dikurangi/dibatasi, c) pengolahan tanah, pada saat pengolahan tanah ada masa pelapukan/pengeringan tanah maka saat itu pemasukan air ke sawah diberhentikan sehingga air dapat digunakan ke lahan sawah lainnya yang dibutuhkan petani.