4 Rukun dan Syarat Asuransi Syariah Menurut Imam Hanafi
Rukun dan Syarat Asuransi Syariah - Menurut Mazhab Hanafi, rukun kafalah (asuransi) hanya ada satu, yaitu ijab dan qabul. Sedangkan menurut para ulama lainnya, rukun dan syarat kafa<lah (asuransi) adalah sebagai berikut:
1. Kafil (orang yang menjamin), dimana persyaratannya adalah sudah baligh, berakal, tidak dicegah membelanjakan hartanya dan dilakukan dengan kehendaknya sendiri.
2. Makful lah (orang yang berpiutang), syaratnya adalah bahwa yang berpiutang diketahui oleh orang yang menjamin. Disyaratkan dikenal oleh penjamin karena manusia tidak sama dalam hal tuntutan, hal ini dilakukan demi kemudahan dan kedisiplinan.
3. Makful ’anhu, adalah orang yang berutang.
4. Makful bih (utang, baik barang maupun orang), disyaratkan agar dapat diketahui dan tetap keadaannya, baik sudah tetap maupun akan tetap.
Murtadha Muthahhari mengatakan bahwa asuransi merupakan suatu akad, yaitu suatu tindakan yang dalam kewenangan dua pihak (nasabah dan perusahaan asuransi). Lebih lanjut beliau menambahkan bahwa terdapat persyaratan dan larangan bagi sahnya suatu akad. Akad yang tidak memenuhi salah satu dari persyaratan ini atau melanggar dari salah satu larangan ini adalah batal.
Adapun akad yang memenuhi semua persyaratan dan tercegah dari semua larangan, maka akad itu adalah sah, meskipun akad itu merupakan akad yang baru di antara sejumlah persyaratan itu misalnya:
- Baligh (dewasa).
- Berakal, sudah barang tentu setiap transaksi yang dilakukan oleh orang yang kehilangan akal adalah tidak sah, maka perasuransiannya pun batal.
- Ikhtiyar (kehendak bebas), tidak boleh ada paksaan dalam transaksi yang tidak disukai.
- Tidak sah transaksi atas suatu yang tidak diketahui. Syarat ini terdapat di dalam seluruh transaksi. Tidak sah jual beli apabila barang yang di jual tidak diketahui, dan tidak sah pembayaran harga atas sesuatu yang tidak diketahui. Karena transaksi tersebut seperti perjudian.
- Tidak sah transaksi yang mengandung unsur riba. Ini adalah persyaratan dan larangan bagi sahnya transaksi. Atas dasar ini, maka setiap transaksi yang baru harus kita anggap sah, sesuai tuntutan prinsip.