Contoh Makalah Korupsi Indonesia [Lengkap]

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kasus korupsi yang sudah sangat banyak terjadi di Indonesia benar-benar sudah mencapai tahap mengkhawatirkan sehingga ditakutkan nantinya korupsi akan menjadi budaya yang jelek di Indonesia.

Contoh Makalah Korupsi Indonesia [Lengkap]

Korupsi begitu dekat dengan kehidupan kita sehari-hari, terlebih lagi di Indonesia, korupsi seakan-akan telah menjadi budaya yang dianggap sudah ada dari “sananya”. Korupsi adalah penyakit kolektif yang bersumber dari individu. Pernyataan ini sangatlah mudah untuk kita pahami, mengingat tidaklah mungkin seseorang melakukan korupsi seorang diri dalam sebuah sistem sosial, sehingga pada akhirnya korupsi menjadi penyimpangan dan kejahatan kolektif.

Menurut Nanang Martono (2007), membicarakan masalah korupsi adalah usaha yang sangat melelahkan dan mungkin sia-sia. Sudah begitu banyak berita, seminar, diskusi publik, kritik masyarakat melalui media, peraturan, sampai humor-humor mengenai korupsi, namun tetap saja pelaku korupsi masih bebas berkeliaran dan berlindung di balik payung hukum yang rusak. Hukum adalah tempat penampungan paling aman bagi pelaku korupsi. Hal ini tidaklah mengherankan, karena pelaku korupsi adalah orang-orang terdidik yang sangat cerdas. Kecerdasannya dimanfaatkan untuk mencari peluang dan strategi untuk melakukan korupsi, bahkan merekapun mencari celah dari pasal-pasal hukum yang sangat lemah. Pemerintah sudah banyak dan bahkan sering membuat peraturan yang substansinya menetapkan bahwa korupsi adalah sebuah perbuatan yang melanggar hukum. Akan tetapi, korupsi seolah-olah tidak kunjung berkurang, justru semakin bertambah dan merajalela, layaknya perilaku s3k$ bebas yang juga semakin marak di masyarakat dengan “metode” yang selalu berkembang. Satu kendala yang sangat sulit untuk diatasi adalah menemukan bukti yang bisa menyeret pelaku korupsi ke meja hijau. Analogi yang dapat digunakan dalam hal ini adalah “tikus lebih pintar daripada kucing”. “Prestasi” ini telah menempatkan Indonesia dalam peringkat 10 besar sebagai negara terkorup di dunia.

Ketika korupsi telah menjadi sebuah kejahatan kolektif, maka untuk memberantasnya, juga harus melibatkan seluruh elemen masyarakat. Seseorang yang mencoba menjelaskan mengenai bahaya korupsi, justru menjadi ajang bulan- bulanan di masyarakat, karena ia adalah minoritas. Pelaku korupsi jumlahnya hampir selalu lebih besar daripada mereka yang tergolong “bersih”. Seluruh elemen masyarakat, bisa dikatakan tidak bebas dari korupsi, mulai dari tingkat RT, RW, desa, kelurahan, kabupaten/kota sampai tingkat propinsi dan negara. Di tingkat desa, aparat desa banyak melakukan penggelapan dana BLT ataupun subsidi bagi rakyat miskin lainnya. Di tingkat kabupaten, beberapa bupati dituntut mundur oleh warganya karena diduga melakukan korupsi.

B. Tujuan
1. Mengetahui apa yang di maksud dengan korupsi.
2. Mengetahui cara-cara pencengahan korupsi.
3. Mengetahui apakah korupsi ada nilai positifnya.

BAB II
LANDASAN TEORI

Dalam melihat hubungan antara korupsi, kekuasaan, dan kejahatan korporasi dan birokrasi ini, akan dibahas pengertian beberapa kerangka teoritik berikut.

2.1. Pengertian Korupsi
Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jka dilihat dari struktrur bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya mempunyai makna yang sama. Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu yangmenggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatankekuatan formal (misalnya denagan alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri.

Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim (dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiahdalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi. Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya atau partainya/ kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan yang demikian, jelas bahwa ciri yang paling menonjol di dalam korupsi adalah tingkah laku pejabat yang melanggar azas pemisahan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan masyarakat, pemisaham keuangan pribadi dengan masyarakat.

2.2  Jenis-Jenis Korupsi
Memperhatikan Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001,maka tindak Pidana Korupsi itu dapat dilihat dari dua segi yaitu korupsi Aktif dan Korupsi Pasif, Adapun yang dimaksud dengan Korupsi Aktif adalah sebagai berikut :
- Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau Korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara (Pasal 2 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
-          Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau Korporasi yang menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau dapat merugikan keuangan Negara,atau perekonomian Negara (Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
-          Memberi hadiah Kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut (Pasal 4 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
-          Percobaan pembantuan,atau pemufakatan jahat untuk melakukan Tindak pidana Korupsi (Pasal 15 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
-          Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara Negara dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
-          Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara negara karena atau berhubung dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya (Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20 Tagun 2001)
-          Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili (Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
-          Pemborong,ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan,melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang atau keselamatan negara dalam keadaan perang (Pasal (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
-          Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan,sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a (Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)

-          Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara nasional Indonesia atau Kepolisian negara Reublik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang (Pasal 7 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
-          Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara nasional indpnesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja mebiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c (pasal 7 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
-          Pegawai negeri atau selain pegawai negeri yyang di tugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu,dengan sengaja menggelapkan uang atau mebiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut (Pasal 8 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)

-          Pegawai negeri atau selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau sementara waktu,dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar khusus pemeriksaan administrasi (Pasal 9 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
-          Pegawai negeri atau orang selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu dengan sengaja menggelapkan menghancurkan,merusakkan,atau mebuat tidak dapat dipakai barang,akta,surat atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang yang dikuasai karena jabatannya atau membiarkan orang lain menghilangkan,menghancurkan,merusakkan,attau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar tersebut (Pasal 10 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)

-          Pegawai negeri atau Penyelenggara Negara yang :
1. Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu atau menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri (pasal 12 e undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
2. Pada waktu menjalankan tugas meminta,menerima atau memotong pembayaran kepada pegawai Negeri atau Penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai hutang kepadanya.padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan mrupakan hutang (huruf f)
3. Pada waktu menjalankan tugas meminta atau menerima pekerjaan atau penyerahan barang seplah-olah merupakan hutang pada dirinya,padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan hutang (huruf g)
4. Pada waktu menjalankan tugas telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai,seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan,telah merugikan orang yang berhak,apadahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau
5. baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan,pengadaan,atau persewaan yang pada saat dilakukan perbuatan,untuk seluruhnya atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya (huruf i)
-           Memberi hadiah kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan itu (Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999).


Sedangkan Korupsi Pasif adalah sebagai berikut :
-           Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (pasal 5 ayat (2) Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
-           Hakim atau advokat yang menerima pemberian atau janji untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili atau untuk mepengaruhi nasihat atau pendapat yang diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (Pasal 6 ayat (2) Undang-undang nomor 20 Tahun 2001)
-           Orang yang menerima penyerahan bahan atau keparluan tentara nasional indonesia, atau kepolisisan negara republik indonesia yang mebiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau c Undang-undang nomor 20 tahun 2001 (Pasal 7 ayat (2) Undang-undang nomor 20 tahun 2001.

-           Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan utnuk mengerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya,atau sebaga akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (pasal 12 huruf a dan huruf b Undang-undang nomor 20 tahun 2001)

-           Hakim yang enerima hadiah atau janji,padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili (pasal 12 huruf c Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
-           Advokat yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga,bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat uang diberikan berhubungan dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (pasal 12 huruf d Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
-           Setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi yang diberikan berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya (pasal 12 Undang-undang nomor 20  tahun 2001).


BAB III
METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang kami gunakan yaitu :
3.1 Metode observasi
Melakukan observasi langsung mendatangi Kejari (Kejaksaan negeri) Singaraja membahas tentang kasus suap pembangunan gedung PD.BPR. Bank Buleleng 45.
Pelaksanaan Observasi :
Tempat : Jalan Dewi Sartika Singaraja
Waktu   : 11.27 – 12.30 WITA
Anggota : Susri Ramayanti   (1213031003)
Tisna Dwija Putra (1213031028)
Erna Sukmayani   (1213031033)

3.2 Metode Wawancara
Dengan melakukan wawancara langsung  dengan narasumber  yang bernama Eka Ilham Ferdiadi, SH yang jabatannya sebagai penyiap bahan perkara sehingga kamimendapat informasi tentang Kasus Suap Pembangunan Gedung PD.BPR.Bank Buleleng 45.
3.3 Metode Kepustakaan
Kami mendapat berbagai  informasi lainnya  mengenai kasus suap proyek pembangunan gedung dari berbagai sumber media seperti majalah, surat kabar, internet, dan lain-lainnya.

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Alasan Made Sumanjaya Melakukan Korupsi
            Made Sumanjaya melakukan korupsi karena dia ingin memperoleh uang yang akan diberikan oleh Made Lanang Krisnayasa agar bisa memuluskan perusahaannya yaitu PT Guns Karya Nusantara bisa menang tender dalam pembangunan proyek gedung PD. BPR. Bank Buleleng 45 yang pimpinan proyek itu adalah Made Sumanjaya sendiri. Awalnya Made Sumanjaya disuap 50 juta rupiah kemudian ditambah lagi 25 juta rupiah sehingga total Made Sumanjaya menerima uang sebesar 75 juta rupiah. Made Sumanjaya sebagai pemimpin proyek itu telah melakukan korupsi karena menerima uang dari orang tertentu untuk membantu orang itu menang tender.

4.2 Faktor yang Mendorong Made Sumanjaya Melakuakan Tindak Pidana Korupsi
            Faktor yang menjadi penyebab Made Sumanjaya melakukan tindak pidana korupsi dibagi menjadi 2 yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
 Faktor internal dia melakukan korupsi yaitu :
Dalam dirinya telah dikuasai oleh nafsu akan harta sehingga dia bisa dengan mudah menerima uang dari salah satu kontraktor. Padahal dia sebagai pimpinan proyek harus benar-benar menyeleksi mana pihak kontraktor baik untuk menggarap proyek tersebut.
Dia tidak memiliki rasa bersyukur dalam dirinya. Kita tahu dia telah menjadi pimpinan proyek yang barang tentu dia telah mendapatkan uang yang banyak tapi masih saja dia tergoda menerima uang dari orang lain ini menandakan bahwa dia tidak mensyukuri apa yang telah dia miliki.
Faktor Eksternal dia melakukan korupsi yaitu :
Dia telah memanfaatkan jabatannya untuk berlaku sewenang-wenang. Karena jabatannya tinggi seolah-olah dia bisa melakukan apa saja termasuk menagih uang sebanyak-banyaknya untuk dia sendiri untuk memuluskan salah satu kontraktor untuk memenangkan tender tersebut.
Dia juga telah terpengaruh dengan orang-orang yang memiliki jabatan tinggi dan telah melakukan korupsi sebelumnya. Sehingga dia tergoda untuk melakukan korupsi untuk memperoleh kekayaan sebanyak-banyaknya.
Menurut Narasumber dari Kejaksaan Negeri Buleleng pelaku juga memiliki pola hidup konsumtif sehingga dia membutuhkan uang banyak untuk memenuhi kebutuhannya.

4.3  Peraturan yang Dilanggar Sehingga Tersangkut Masalah Korupsi
            Pasal pertama yang dilanggar oleh Made Sumanjaya adalah pasal 12 A/31/1999 sebagaimana telah dirubah menjadi UU No. 20. Tahun. 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Pasal kedua yang dilanggar Made Sumanjaya yaitu pasal 12 A/2001 dan pasal 12 B/2001.  Yang dimana unsur bunyi pasal 12 A yaitu :
1.      Pegawai negeri atau penyelenggara negara ialah seorang yang diangkat melalui SK pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, BUMN (Badan Usaha Milik Negara), BUMD (Badan Usaha Milik Daerah), ataupun seseorang yang menerima gaji dari keuangan negara
2.      Menerima hadiah atau janji ialah menerima uang, benda bergerak, benda tidak bergerak, ataupun lainnya baik itu berupa janji agar mendapatkan sesuatu yang dinginkannya
3.      Menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

Kaitannya dengan pelaku yaitu dia selaku panitia proyek melakukan cara yang tidak sesuai dengan peraturan guna memuluskan agar dimenangkan oleh salah satu kontraktor.
Pasal 12 B unsur bunyinya yaitu :
1.      Pegawai negeri atau penyelenggara negara ialah seorang yang diangkat melalui SK pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, BUMN (Badan Usaha Milik Negara), BUMD (Badan Usaha Milik Daerah), ataupun seseorang yang menerima gaji dari keuangan negara
2.      Menerima hadiah atau janji ialah menerima uang, benda bergerak, benda tidak bergerak, ataupun lainnya baik itu berupa janji agar mendapatkan sesuatu yang dinginkannya.
3.      Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
Kaitannya dengan pelaku yaitu Made Sumanjaya patut menduga uang yang diberikan dari I Made Lanang Krisnayasa ialah berupa suap guna memuluskan proyek pembangunan bank. Sehingga dia terancam pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Tapi dalam persidangannya di Pengadilan Negeri Singaraja yang dilakukan pada tanggal 30 Juli 2009 dia mendapat hukuman penjara selama 1 tahun dengan potongan subsider/potongan kurungan selama 1 bulan. Yang sebelumnya telah dilakukan penuntutan oleh Kejari Singaraja yaitu pada tanggal 6 Juli 2009. Saksi dalam kasus ini adalah Made Lanang sendiri tapi kemudian status dia naik menjadi tersangka.

4.4 Kaitan Korupsi dengan Etika Agama Hindu
            Dengan dikaitkan dengan  etika Agama Hindu Made Sumanjaya tidak bisa mengendalikan nafsu Sad Ripu yang ada dalam dirinya terutama sifat Lobha yang mana Lobha diartikan sebagai ingin selalu mendapatkan lebih. Ini bisa dibuktikan dengan Made Sumanjaya yang masih tidak puas dengan uang yang dia dapat sebagai pimpinan proyek sehiggga dia masih uang kepada kontraktor agar perusahaan mereka bisa menang tender proyek pembangunan gedung PD.BPR. Bank Buleleng 45.
            Dia juga telah melanggar ajaran Tri Kaya Parisudha yang bagian Kayika Parisudha yang artinya perbuatan baik dan benar. Perbuatan Made Sumanjaya telah merugikan orang banyak untuk kepentingan dirinya sendiri.
            Dia juga juga terkena dampak negatif dari Sapta Timira yang bagian Dhana. Dhana memiliki pengertian yaitu kekayaan. Kekayaan memang sangat berarti bagi semua orang, tetapi dalam memperolehnya, jangan memakai cara yang melawan Dharma (Adharma).

4.5  Cara Mengatasi dan Meminimalisir Korupsi
            Korupsi merupakan penyakit akut Bangsa Indonesia yang sudah membuat sebagian besar rakyat Indonesia menjadi menderita. Korupsi seolah-olah telah membudaya di Indonesia, hal ini tentu harus dihilangkan agar nantinya korupsi di Indonesia tidak semakin parah. Maka diperlukan suatu cara untuk mengatasi atau meminimalisir terjadinya tindak pidana korupsi. Caranya yaitu :
1.      Dengan Menambahkan wawasan tentang korupsi dan hukum kepada masyarakat dengan lebih gencar melakukan sosialisasi ke lapanagan maupun sosialisasi melalui media massa sehingga diharapkan masyarakat bisa sadar akan apa itu korupsi dan bagaimana cara melaporkannya ke aparat penegak hukum.
2.      Menghindari politisasi dan intervensi politik terhadap upaya hukum penanganan  korupsi. Hal ini strategis mengingat fenomena maraknya korupsi di Indonesia juga sangat potensial dipolitisir oleh elite-elite politik kita, sehingga kecenderungan terjadinya intervensi terhadap upaya penegakan korupsi cukup dominan mewarnai pengadilan-pengadilan terhadap kasus-kasus korupsi di Indonesia. Baik dilakukan oleh penguasa maupun dilakukan oleh para elit politik kita. Dalam suasana euforia demokrasi dan reformasi seperti sekarang ini, persoalan korupsi juga telah merebak dalam proses-proses politik yang terjadi di Indonesia, baik di tingkat legislasi maupun dalam proses politik yang lain, seperti suksesi. Maka menjadi sangat penting untuk mengedepankan prinsip-prinsip etika politik karena telah tereduksir sedemikian rupa yang lambat laun akan menjadi krisis etika politik, sehingga elit politik tidak sadar lagi akan posisinya atas hak dan kewajiban yang harus ditanggungnya sebagai konsekuensi dari kekuasaannya di dalam lembaga  publik yang juga berfungsi sebagai kepanjangan tangan dari masyarakat.

3.      Melakukan pembagian kekuasaan. Pembagian kekuasaan menjadi penting untuk menjaga profesionalisme kelembagaan. Hal ini menjadi strategis untuk menjaga independensi lembaga-lembaga tersebut khususnya dalam rangka pembuatan kebijakan-kebijakan publik. Serta dalam rangka meminimalisir segala bentuk intervensi kekuasaan, baik kekuasaan eksekutif, yudikatif dan legeslatif. Pada sisi lain pembagian kekuasaan dalam lembaga-lembaga tinggi negara baik eksekutif, yudikatif dan legislatif menjadi penting untuk sama-sama menjalankan fungsinya secara substantif dan prinsipiil. Serta melakukan pembagian kerja dalam struktur pemerintahan secara profesional sesuai dengan pembidangan masing-masing. Dengan tetap menempatkan fungsi pengawasan dan kontrol sebagai manifestasi dari prinsip transparansi dan akuntabilitas publik. Pembagian kekuasaaan ini juga strategis dalam rangka untuk mewujudkan profesional kelembagaan, khususnya KPK sebagai lembaga yang berkompeten terhadap penanganan korupsi di Indonesia. Selain itu penanggulangan secara berkelanjutan dengan kerjasama semua aparatur penegak hukum, baik kepolisian, jaksa, hakim, MA dan pemerintah itu sendiri.

4.      Meletakkan persoalaan korupsi dalam perspektif sistem, khususnya sistem negara sebagaimana yang diatur oleh konstitusi. Hal ini penting mengingat kejahatan korupsi adalah crime against constitution, sehingga meletakkan penanganan korupsi dalam konstitusi atau undang-undang menjadi satu langkah maju penanganan. Selain itu persoalan korupsi menyangkut seluruh aspek dan sisi kehidupan rakyat dan negara. Maka, dengan menempatkan persoalan korupsi sebagai persoalan sistem maka langkah-langkah penanggulanganya tidak bisa dilakukan secara parsial. Tetapi harus diikuti dengan langkah-langkah strategis dalam kerangka sistem itu, yaitu melakukan perubahan konstitusi yang akan mengatur mekanisme penanganan dan sanksi atas para koruptor. Baik dari sisi pembuatan kebijakan, aparatur penegak hukum, seperti kepolisian, pengadilan (jaksa dan hakim), masyarakat itu sendiri maupun lembaga-lembaga yang berkompeten dalam pemberantasan korupsi yang dalam hal ini adalah KPK.


BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
            Made Sumanjaya melakukan korupsi karena dia ingin memperoleh uang yang akan diberikan oleh Made Lanang Krisnayasa agar bisa memuluskan perusahaannya yaitu PT Guna Karya Nusantara bisa menang tender dalam pembangunan proyek gedung PD. BPR. Bank Buleleng 45.
            Faktor-faktor penyebannya yaitu meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor internalnya yaitu dia ingin memperoleh uang yang akan diberikan oleh Made Lanang Krisnayasa agar bisa memuluskan perusahaannya yaitu PT Guns Karya Nusantara bisa menang tender dalam pembangunan proyek gedung PD. BPR. Bank Buleleng 45. Sedangkan faktor eksternalnya yaitu Dia telah terpengaruh dengan orang-orang yang memiliki jabatan tinggi dan telah melakukan korupsi sebelumnya.
            Dia me
langgar pasal 12 A/2001 dan pasal 12 B/2001. Sehingga dia terancam pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Tapi dalam persidangannya di Pengadilan Negeri Singaraja yang dilakukan pada tanggal 30 Juli 2009 dia mendapat hukuman penjara selama 1 tahun dengan potongan subsider/potongan kurungan selama 1 bulan. Yang sebelumnya telah dilakukan penuntutan oleh Kejari Singaraja yaitu pada tanggal 6 Juli 2009.

            Jika dikaitkan dengan agama hindu dia telah melanggar ajaran Tri Kaya Parisudha yang bagian Kayika Parisudha yang artinya perbuatan baik dan benar. Perbuatan Made Sumanjaya telah merugikan orang banyak untuk kepentingan dirinya sendiri. Dan juga dia telah dipengaruhi oleh Sad Ripu yaitu bagian Lobha dan ajaran Sapta Timira dia terkena dampak negatif dari Dhana.
            Sedangkan cara kita untuk meminimalisir korupsi kita harus

Menambahkan wawasan tentang korupsi dan hukum kepada masyarakat dengan lebih gencar melakukan sosialisasi ke lapanagan maupun sosialisasi melalui media massa. Menghindari politisasi dan intervensi politik terhadap upaya hukum penanganan  korupsi. Melakukan pembagian kekuasaan. Meletakkan persoalaan korupsi dalam perspektif sistem, khususnya sistem negara sebagaimana yang diatur oleh konstitusi.

5.2  Saran-Saran
            Kita harus lebih meningkatkan pengawasan dalam hal pengelolaan keuangan dan kalau menemukan adanya indikasi tindak pidana korupsi kita harus melaporkannya kepada pihak yang berwajib. Juga pendidikan tentang korupsi harus diajarkan sejak dini agar tercipta individu yang berkarakter, berakhlak dan takwa kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel