Kisah Imam Bukhari Tentang Kepandaian dan Ujian Hidup
Mampu Membetulkan Sanad yang di Acak
Pada suatu hari, ketika Imam Al-Bukhari pergi ke Baghdad, para ulama hadits di Baghdad bersepakat untuk menguji ulama muda yang mulai menanjak namanya. Mereka terdiri dari 10 orang ahli hadits yang masing-masing akan mengutarakan 10 hadits yang susunan sanad dan matannya telah ditukar-tukar untuk diujikan kepada beliau.
Imam Al-Bukhari diundang pada suatu pertemuan umum yang dihadiri juga oleh Muhadditsin dari dalam dan luar kota. Bahkan di undang pula ulama dari Khurasan. Satu demi satu dari 10 ulama ahli hadits mengemukakan hadits yang mereka persiapkan. Jawaban beliau terhadap setiap hadits yang dikemukakan mulai dari penanya pertama sampai kepada penanya terakhir adalah “Saya tidak mengetahuinya”. Mereka yang merencanakan pengujian itu, mengambil kesan bahwa hafalan dan pengetahuan Imam Al-Bukhari tentang hadits minim dan lmah serta jelek sekali.
Setelah semua selesai membacakannya, kemudian Imam Al-Bukhari menerangkan dan membetulkannya, dan kemudian mengembalikan sanad-sanad yang sudah di acak itu sesuai dengan matan awal. Para ulama yang hadir tercengang dan terpaksa harus mengakui kepandaian, ketelitian dan hafalannya dalam ilmu hadits.
Terusirnya Imam Al-Bukhari Dari Bukhara
Ghonjar mengatakan dalam kitab Tarikhnya, “Aku mendengar Ahmad bin Muhammad bin Umar berkata, “Aku mendengar Bakar bin Munir mengatakan, “Amir Khalid bin Ahmad Adz-Dzuhail, amir penguasa Bukhara, mengirim utusan kepada Muhammad bin Ismail, yang isinya, “Bawalah padaku kitab Jaami’ush Shahih dan at-Tarikh supaya aku bisa mendengar dari kamu.” Maka, berkatalah al-Bukhari kepada utusan tersebut, “Katakanlah kepadanya bahwa sesungguhnya aku tidak akan merendahkan ilmu dan aku tidak akan membawa ilmuku itu ke hadapan pintu para sultan.
Apabila dia butuh (jika ilmu itu dikehendaki), maka hendaknya dia datang kepadaku di masjidku atau di rumahku. Kalau hal ini tidak menyenangkan wahai sultan, maka laranglah aku untuk mengadakan majlis ilmu, supaya pada hari kiamat aku punya alasan di hadapan Allah bahwa aku tidak menyembunyikan ilmu.” Ghonjar mengatakan, “Inilah yang menyebabkan terjadinya krisis di antara keduanya.”
Al-Hakim berkata, “Aku mendengar Muhammad bin al-‘Abbas adh-Dhobby mengatakan, “Aku mendengar Abu Bakar bin Abu Amr berkata, “Perginya Abu Abdillah al-Bukhari dari negeri Bukhara disebabkan Khalid bin Ahmad Khalifah bin Thahir meminta beliau untuk hadir di rumahnya supaya membacakan kitab at-Tarikh dan al-Jaami’ush Shahih kepada anak-anaknya, tapi beliau menolak.
Beliau katakan, “Aku tidak mempunyai waktu jika hanya orang-orang khusus yang mendengarkannya (mendengarkan ilmuku). Maka Khalid bin Ahmad meminta tolong kepada Harits bin Abi al-Warqa` dan lainnya dari penduduk Bukhara untuk bicara mempermasalahkan madzhabnya. Akhirnya Khalid bin Ahmad mengusir beliau dari Bukhara.
Demikianlah sekelumit cerita tentang Imam Al-Bukhari, beliau juga pernah difitnah sebagai orang yang mengatakan, bahwa bacaanku terhadap al-Qur’an adalah makhluk. Padahal beliau tidak mengatakan demikian dan bahkan secara tegas beliau membantah bahwa orang yang membawa berita tersebut adalah pendusta. Beliau bahkan mengatakan, “Bahwa al-Qur’an adalah kalamullah bukan makhluk, sedangkan perbuatan-perbuatan hamba adalah makhluk.” (Hadyu as-Sari Muqadimah Fathul Bari bagian akhir halaman 490-491).