Inilah Biografi Singkat Mohammad Hatta atau Bung Hatta Serta Koleksi Pribadinya
A. Kelahiran Bung Hatta
Mohammad Hatta lahir pada tanggal 12 Agustus 1902 di Bukittinggi. Di kota kecil inilah Bung Hatta dibesarkan di lingkungan keluarga ibunya. Ayahnya, Haji Mohammad Djamil, meninggal ketika Hatta berusia delapan bulan. Dari ibunya, Hatta memiliki enam saudara perempuan. Ia adalah anak laki-laki satu-satunya. Sejak duduk di MULO di kota Padang, ia telah tertarik pada pergerakan.
Biografi Singkat Mohammad Hatta - Sebagai murid yang brilian, Bung Hatta mudah mendapatkan kesempatan belajar dengan beasiswa ke Negeri Belanda. Seperti ditulis dalam memoarnya yang belum selesai hingga dia meninggal, Bung Hatta banyak mengoleksi buku saat berada di negeri Belanda
B. Koleksi pribadi Bung Hatta
Muhammad Hatta, pertama kali mengoleksi buku saat melanjutkan Sekolah Dagang di Batavia, sekitar tahun 1919. Saat itu umurnya 17 belas tahun, tetapi sejak usianya lebih muda, dia sudah fasih berbahasa Belanda serta telah mendapat pelajaran tambahan bahasa Prancis di Bukti Tinggi tanah kelahirannya.
Bung Hatta juga menguasai bahasa Inggris, bahasa Belanda, Bahasa Prancis dan bahasa Jerman. Karena itulah koleksi pribadi Bung Hatta banyak sekali menggunakan pengantara bahasa-bahasa tersebut. Buku-buku koleksi Bung Hatta sejak saat itu, disimpan dengan rapi dalam bentuk perpustakaan yang kini masih dirawat baik di rumah keluarga Hatta, Jalan Diponegoro 57 Jakarta Pusat.
Perpustakaan itu dahulunya dibangun oleh Bung Hatta saat beliau menjabat sebagai wakil presiden tahun 1965 yang dibuat oleh insinyur terkemuka Profesor Rooseno. Dalam ruangan yang tidak seberapa besar di lantai dua itulah, buku-buku Bung Hatta berada kini, meskipun sang empunya sudah meninggal tanggal 15 Maret 1980.
Buku-buko itu sebagaian besar dibeli sendiri. Sebagian lagi pemberian teman dan kenalan yang tahu dengan Bung Hatta. Meski sebagian tampak kuning dimakan usia buku-buku tua itu nampak mulus, tanpa coretan, lipatan atau kerusakan berarti. Selain membubuhkan tanda tangan, Hatta tidak pernah menulisi buku atau melipat halamannya. Ia juga hanya membaca buku dengan posisi duduk dan lampu penerangan cukup
C. Buku sebagai tanda cinta
Bung Hatta menikah pada usia 43 tahun dengan mas kawin buku tulisannya. Di belanda Bung Hatta giat belajar dan sangat aktif terlibat pergerakan kemerdekaan. Dari sana dia membawa pulang harta karun berupa buku-buku setelah tamat belajar. Bahkan di tengah kesulitan politik akibat tekanan kolonialis Belanda yang berkuasa di Indonesia saat itu, Bung Hatta tidak bisa berpisah jauh dari buku-bukunya.
Buku-buku itulah yang juga dibawa oleh Bung Hatta saat diasingkan oleh pemerintah kolonial Belanda, pertama ke Banda Neira, kemudian ke Boven Digoel. Seluruhnya 16 peti. Di sana dia banyak punya waktu untuk membaca dan menulis.
Diantara hasil tulisannya di pembuangan, sebuah buku tentang filsafat berjudul Alam Pikiran Yunani, kemudian menjadi mas kawin pernikahannya dengan Rahmi Rachim, seorang gadis yang dikenalkan Presiden pertama Indonesia Soekarno, kepada Hatta. Hatta yang pendiam dan dikenal tidak banyak berhubungan dengan perempuan, telah bersumpah tidak akan menikah kalau Indonesia belum merdeka. Saat akhirnya menikahi Rahmi tahun 1945, tiga bulan setelah Indonesia merdeka.
Ibuda Bung Hatta sangat terkejut dengan keputusan Bung Hatta. Kenapa mas kawinya berupa buku. Padahal keluarga mereka cukup berada, ada uang emas ada perhiasan. Tetapi saat itu Bung Hatta berkeras. Cintanya pada buku dan pengetahuan membuatnya yakin, buku dari hasil kerja dan pemikirannya sendiri lebih berharga sebagai bukti cinta dari pada harta benda lainnya. Kabarnya, inilah yang menjadi sebabnya rekan sejawat Bung Hatta kerap berseloroh, buku adalah 'istri pertama' sedangkan Rahmi, 'istri kedua'
D. Wasiat Bung Hatta
Setelah meletakkan jabatan karena ketidakcocokan garis politik dengan Soekarno, Hatta punya lebih banyak waktu untuk buku-bukunya. Dalam sehari 6-8 jam dihabiskannya untuk membaca dan menulis buku. Buku adalah salah satu hadiah yang paling sering diterima Bung Hatta.
Semua buku Bung Hatta dibaca. Beliau bukan jenis orang yang membeli buku untuk dipajang saja. Buku yang paling diminati Bung Hatta adalah buku ekonomi, yang koleksinya meliputi buku tentang ekonomi sosialis, komunis hingga kapitalis dari Belanda sampai Cina. Namun ia juga berminat pada hukum, hubungan internasional, sejarah, biografi, dan sosial.
Bung Hatta juga sangat menghormati Mahatma Gandhi. Ada satu rak untuk menyimpan buku-buku khusus tentang Gandhi. Sebagian besar koleksi perpustakaan pribadi Bung Hatta diisi dengan buku-buku tentang Indonesia, Kajian Islam serta sastra. Seluruhnya ada sekitar 10 ribu judul, dengan tahun terbitan tertua sekitar akhir tahun 1800, hingga menjelang Hatta wafat.
Tahun 70 an, Hatta memanggil Meutia anak keduanya dan meminta pendapat Meutia bagaimana kalau buku-buku koleksinya dijual saja. Rupanya, Bung Hatta takut setelah ditinggalkannya nanti buku-buku itu tak ada yang merawat. Menurut Bung Hatta lebih baik buku dijual agar uangnya sekalian bisa dipakai sebagai bekal untuk anak-anak yang ditinggalkan kelak. Pendapat Meutia perihal wasiat Bung Hatta ini sangat sedih. Karena Meutia tahu ayahnya sangat mencintai buku seperti mencintai anak-anaknya. Saat itu, untuk saja ketiga putri Bung Hatta, menolak permintaan itu. Dan kini agar bisa dimanfaatkan masyarakat, dibukalah koleksi perpustakaan pribadi ayahnya untuk kalangan umum.