Pola Komunikasi Petani dalam Rangka Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani di Desa Ngabeyan, Kecamatan Sidoharjo, Kabupaten Wonogiri
Sektor pertanian sebagai tumpuan utama dalam penyediaan pangan kini semakin berat dalam memenuhi kebutuhan pangan nasional. Hal ini dapat dilihat dari semakin meningkatnya jumlah penduduk yang berarti pula peningkatan jumlah kebutuhan pangan, namun di sisi lain sektor pertanian semakin terpuruk akibat semakin rendahnya daya dukung lingkungan. Diantaranya adalah kerusakan lahan akibat revolusi hijau. Dilihat dari sisi produksi dan kelembagaan pangan, rumah tangga petani memegang peranan penting sebagai pelaku yang bergerak di sektor produksi bahan pangan dan di sisi lain sebagai sub sistem rumah tangga dan juga dalam pengaturan pola konsumsi dan pengadaan dan pola cadangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan pola komunikasi petani dalam rangka ketahanan pangan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan hasil penelitian ini adalah terdapat tiga pola komunikasi petani di Desa Ngabayen, yaitu komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok, dan kemunikasi massa.
Hasil penelitian terkait pola komunikasi petani di Desa Ngabeyan disajikan dalam tiga pola komunikasi, yaitu (1) komunikasi interpersonal, (2) komunikasi kelompok, dan (3) komunikasi massa. Pola-pola komunikasi tersebut merupakan cara-cara berkomunikasi petani Desa Ngabeyan dalam memperbincangkan usahatani untuk ketahanan pangan rumah tangga mereka.
Pola komunikasi interpersonal petani melibatkan beberapa sumber informasi terdekat secara fisik maupun psikologis, seperti orang tua saudara atau kerabat dan tetangga yang sama-sama bekerja sebagai petani. Arus informasi yang terjadi dalam pola komunikasi interpersonal adalah dua arah (timbal balik), sumber (komunikator) dan penerima (komunikan) secara langsung saling berganti peran.
Komunikasi kelompok dapat terjadi pada kelompok formal maupun kelompok-kelompok informal yang ada dalam masyarakat Desa Ngabeyan, sebagai contoh komunikasi yang terjadi dalam pertemuan kelompok tani, percapakan dalam kelompok-kelompok ketetanggaan, dan dalam diskusi kelompok mengerjakan sawah dan sebagainya. Kelompok ketetangga di sini adalah ketetanggaan karena kedekatan tempat tinggal maupun ketetanggan karena berdekatan lahan garapan. Kelompok ini biasanya terdiri atas bapak-bapak dalam sebuah kelompok, sedangkan ibu-ibu juga mempunyai kelompok tersediri. Sedangkan kelompok ketetanggan lahan garapan adalah kumpulan orang-orang yang memiliki lahan garapan (sawah) saling berdekatan atau sehamparan.
Terdapat tiga arus informasi yang terjadi dalam komunikasi kelompok, pertama komunikasi ke bawah. Arus informasi ini terjadi ketika ketua kelompok tani dan PPL berperan sebagai sumber informasi yang menyampaikan pesan langsung ke anggota dalam pertemuan kelompok. Kedua, arus informasi ke atas, dalam arus informasi ini terjadi ketika anggota biasanya menanyakan kembali informasi yang disampaikan ketua kelompok tani atau yang berkaitan dengan adanya informasi bantuan benih. Ketiga adalah arus informasi yang bersifat lateral yang berlangsung antar anggota. Komunikasi lateral ini dapat terjadi di sela-sela kegiatan pertemuan kelompok tani atau pun dalam perbincangan di luar pertemuan.
Dalam kelompok ketetanggaan yang terdiri dari bapak-bapak ini terjadi komunikasi dimana sumber (komunikator) adalah mereka yang tergabung dalam kelompok tersebut. Semua anggotanya dapat berperan sebagai sumber informasi maupun penerima informasi (komunikan) secara bergantian. Dalam komunikasi kelompok ini arus komunikasi bersifat lateral, semua yang tergabung dalam kelompok mempunyai kedudukan sejajar dapat menyampaikan informasi.
Pesan atau informasi terkait usahatani untuk ketahanan pangan rumah tangga mereka yang diperbincangkan antara lain kondisi sawah mereka terutama menghadapi kemarau panjang yang baru saja terjadi. Pertemuan yang dilakukan hampir setiap malam hari merupakan media atau saluran yang digunakan kelompok- kelompok ketetanggaan ini untuk memperbincangkan usahatani terkait ketahanan pangan rumah tangga petani yang ada di Desa Ngabeyan.
Setiap pertemuan dalam sanja (berkunjung dan berkumpul di salah satu rumah tetangga) merupakan saluran interpersonal bagi kelompok ibu-ibu yang berdekatan tempat tinggal ini. Mereka selalu terlibat dalam pembicaraan. Setiap anggota dapat berperan sebagai sumber (komunikator) maupun sebagai komunikan secara bergantian (timbal balik).
Individu-individu yang tergabung dalam kelompok ketetanggaan lahan garapan berperan sebagai sumber (komunikator) maupun penerima pesan (komunikan) secara bergantian atau timbal balik. Arus komunikasi yang terjadi bersifat lateral, setiap individu menempati posisi yang sama dalam meyampaikan pesan. Oleh karena itu dengan kelompok inilah mereka berdiskusi sebelum mengolah lahan mereka terutama menjelang musim tanam. Mereka mendiskusikan jenis tanaman apa yang akan ditanam misalnya mereka sepakat untuk menanam padi jenis umbul-umbul dan melakukan tumpang sari jagung dan kacang tanah.
Penelitian ini mengungkapkan beberapa alasan yang disampaikan oleh 15 informan petani mengenai kurangnya mereka mengakses media massa radio dan televisi adalah sebagai berikut:
1) Terlalu letih dengan pekerjaannya di sawah membuat malas untuk mengkases media massa tersebut dan memilih untuk beristirahat.
2) Televisi lebih banyak dikuasai oleh anggota keluarga lain (anak) sehingga acara yang ditonton atau diikuti sesuai dengan selera mereka.
3) Jika ada waktu menonton, acara yang diakses sebatas untuk kepentingan hiburan dan mengetahui peristiwa terkini.
4) Tidak mengetahui waktu dan stasiun televisi atau radio yang menyajikan informasi pertanian.
5) Berita yang disampaikan tidak sesuai dengan kondisi pertanian mereka.
Berdasarkan teori atraksi interpersonal, penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Dean C. Barlund yang dikutip oleh Rakhmat (1999) dimana menyatakan bahwa arus komunikasi interpersonal dapat diramalkan dengan mengetahui siapa tertarik kepada siapa atau siapa menghindari siapa. Atraksi interpersonal merupakan kesukaan pada orang lain, sikap positif dan daya tarik seseorang. Masih mengutip dari Rakhmat (1999), menjelaskan bahwa bila individu-individu berinteraksi dan saling mempengaruhi, maka terjadilah (1) proses belajar yang meliputi aspek kognitif dan afektif (aspek berpikir dan aspek merasa), (2) proses penyampaian dan penerimaan lambang-lambang (komunikasi), dan (3) mekanisme penyesuian diri seperti sosialisasi, identifikasi dan sebagainya.
Pada kasus dalam penelitian ini, petani kurang tertarik mengakses televisi dan radio karena hanya menerima infomasi yang disampaikan oleh sumber tanpa bisa turut mengendalikan mana pesan yang sesuai untuknya misalnya informasi-informasi mengenai pertanian di lahan tadah hujan atau tentang permasalahan yang sesuai dengan apa yang dihadapinya. Oleh karena itu, dalam hal ini pengaksesan media massa hanya sebatas untuk mendapatkan berita terkini dan sebagai hiburan.
Analisis Pustaka:
Temuan dalam penelitian ini mampu menambah pengetahuan dimana perilaku komunikasi memiliki pengertian yang hampir sama dengan pola komunikasi. Perilaku komunikasi akan menentukan pola komunikasi apa yang sesuai untuk digunakan dalam memperoleh informasi. Pembahasan dalam penelitian ini sudah cukup jelas dan spesifik, bahasa yang digunakan mudah untuk dipahami, dan kedalaman materi yang disajikan cukup dalam. Dari segi teori yang digunakan dalam penelitian ini sudah cukup dalam, terbukti dengan banyaknya teori yang digunakan dalam setiap sub bab pembahasan sehingga hasil yang diperoleh dapat langsung dibandingkan dengan teori yang ada sebagai penguat penelitian ini. Selain itu, hal yang dapat ditarik sebagai kesimpulan dari kasus penelitian tersebut adalah penggunaan komunikasi massa dalam kegiatan pertanian tidak selalu memberikan dampak positif bagi petani. Hal tersebut dikarenakan pesan yang disampaikan oleh media massa tidak sesuai dengan sistem pertanian setempat. Oleh karena itu, perlu adanya penyesuaian terlebih dahulu dalam penggunaan komunikasi massa terhadap lingkungan daerah setempat.