Pengendalian Kutu Daun dengan Pestisida Nabati dan Beuveria Bassiana
Keberadaan hama di pertanaman ditentukan oleh fenologi tanaman dan keadaan iklim, misalnya Ferrisia virgata, walaupun ada sepanjang tahun pada pertanaman, tetapi populasinya selalu meningkat dengan berkurangnya curah hujan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh beberapa jenis pestisida nabati dan jamur Beauveria bassiana terhadap populasi F. virgata di rumah kaca.
Empat jenis pestisida nabati yang digunakan adalah mimba, organeem, kacang babi, dan daun t3mbak4u. Pada penelitian yang terpisah dicobakan jamur B. bassiana yang hanya di- bandingkan dengan kontrol. Rancangan yang digunakan adalah rancangan kelompok dengan tiga ulangan. Satu unit percobaan menggunakan 10 tanaman.
Pada tanaman diinokulasikan dulu F. virgata yang telah diperbanyak di laboratorium, sesudah ini diperlakukan dengan pestisida nabati, B. bassiana dan kimia. Parameter yang diamati adalah jumlah serangga yang masih hidup akibat perlakuan pestisida dan jamur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keempat jenis pestisid nabati dapat menekan populasi kutu daun dibandingkan dengan kontrol bila disemprot seminggu sekali. Begitu pula dengan penggunaan jamur B. bassiana dapat menekan kenaikan populasi dibandingkan kontrol.
Ferrisia virgata Cockerell adalah kutu bertepung putih yang tergolong hama utama pada jarak pagar. Hama ini selalu ditemukan pada pertanaman terutama pada akhir musim hujan dan selama musim kemarau di KIJP Pakuwon (Karmawati dan Rumini, 2006).
Ciri-cirinya adalah ukuran tubuh cukup besar, bentuk oval, panjang sampai 4 mm, agak pipih, beberapa dengan benjolan-benjolan pendek di sepanjang sisi tubuhnya. Kutu ini meng- hasilkan sekresi lilin berwarna putih dalam tepung untuk melindungi tubuhnya (Kalshoven, 1981).
Pe- nyebarannya sangat dibantu oleh angin, hujan, dan semut. Kutu dapat bersifat sebagai vektor. Seluruh bagian tanaman jarak pagar dapat diserang seperti pucuk, daun, bunga, dan buah.
Petani sampai saat ini belum dapat melepaskan diri dari pestisida. Walaupun harganya relatif mahal, tetapi mudah sekali digunakan dan hasilnya dapat dilihat langsung setelah perlakuan. Untuk menghadapi tantangan yang demikian, perlu dipilih alternatif yang cara kerjanya mirip dengan insekti- sida tetapi tidak memberikan efek terhadap ling- kungan.
Satu alternatif pengendalian hama yang murah, praktis, dan relatif aman terhadap kelestarian lingkungan adalah insektisida yang bahan bakunya berasal dari tumbuhan. Insektisida tersebut dapat dibuat dengan pengetahuan yang terbatas dan mudah terurai di alam, sehingga tidak mencemari lingkungan sekitarnya termasuk manusia dan hewan.
Secara evolusi tumbuhan telah mengem- bangkan bahan metabolit sekunder sebagai alat pertahanan alami terhadap serangan organisme pengganggu. Tumbuhan sebenarnya kaya bahan bioaktif. Lebih dari 2.400 jenis tumbuhan yang termasuk ke dalam 235 famili dilaporkan mengan- dung bahan pestisida (Kardinan, 1999). Apabila tumbuhan tersebut dapat diolah menjadi bahan pes- tisida, maka masyarakat petani akan sangat terban- tu dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di sekitarnya.
Ada 4 kelompok insektisida nabati yang telah lama dikenal (Oka, 1993) yaitu (1) Go- longan nikotin dan alkaloid lainnya, bekerja seba- gai insektisida kontak, fumigan atau racun perut, terbatas pada serangga yang kecil dan bertubuh lu- nak, (2) Piretrin, berasal dari Chrysanthemum cine- rarifolium, bekerja menyerang syaraf pusat, dicam- pur dengan minyak wijen, talk atau tanah lempung digunakan untuk lalat, nyamuk, kecoa, hama gu- dang, dan hama penyerang daun, (3) Rotenon dan rotenoid, berasal dari tanaman Derris sp. dan engkuang (Pachyrrhizus eroses) aktif sebagai racun kontak dan racun perut untuk berbagai serangga hama, tapi bekerja sangat lambat, (4) Azadirachtin, berasal dari tanaman mimba (Azadirachta indica), bekerja sebagai “antifeedant” dan selektif untuk serangga pengisap sejenis wereng dan penggulung daun, baru terurai setelah satu minggu.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk me- ngetahui pengaruh beberapa insektisida nabati dan jamur (Beauveria bassiana) terhadap populasi F. virgata.
Percobaan ini dilaksanakan di rumah kaca Balittro, Bogor dari bulan Februari–September 2007. Bibit jarak pagar IP-1P telah disiapkan sebe- lumnya sejumlah yang diperlukan selain untuk per- banyakan F. virgata dan perlakuan. Perlakuan yang dicobakan 7, yaitu 4 pestisida nabati (orga- neem, biji mimba, daun t3mbak4u, kacang b4bi), 2 jenis pestisida yang berbahan aktif klorpirifos dan kontrol.
Perlakuan jamur B. bassiana juga dicoba- kan secara terpisah dan dibandingkan dengan kon- trol. Satu unit percobaan terdiri atas 10 tanaman dan diulang tiga kali. Perlakuan disusun dalam rancangan acak kelompok. Penyemprotan (aplikasi perlakuan) dicoba dua macam, yaitu 1 minggu se- kali dan 2 minggu sekali. Parameter yang diamati adalah populasi hama hidup.
Investasi kutu daun F. virgata pada awal percobaan dimulai dengan jumlah yang sama, yaitu 10 ekor per tanaman. Pengamatan yang dilakukan tergantung pada aplikasi, kalau aplikasi hanya 4 kali dalam 2 bulan maka pengamatan empat kali. Kalau aplikasi 8 kali, maka pengamatan 8 kali se- sudah aplikasi. Populasi hama pada masing-masing perlakuan sangat berfluktuasi oleh sebab itu untuk menampilkan populasi secara keseluruhan diguna- kan histogram.
Terlihat bahwa penyemprotan satu kali dalam seminggu lebih dianjurkan dibanding- kan dengan penyemprotan dua kali karena keempat jenis pestisida nabati dapat menekan populasi sam- pai 50 kutu daun per 10 tanaman dibandingkan de- ngan penyemprotan dua minggu sekali yang malah menaikkan populasi dari 50 menjadi 300 per 10 tanaman. Pengendalian dengan bahan kimia memang paling efektif, namun dapat membunuh serangga berguna lainnya, berdasarkan pengalaman proporsi serangga yang berguna lebih banyak dibandingkan proporsi serangga hama (Rumini, 2006).
Posisi populasi terakhir disajikan, pengaruh aplikasi pestisida nabati tidak berbeda satu sama lain kecuali dengan pestisida kimia.
KESIMPULAN
Pestisida nabati mudah terurai bahan aktif- nya di lapangan oleh sebab itu penyemprotan seminggu sekali lebih baik hasilnya dibandingkan dua minggu sekali. Populasi F. virgata lebih ren- dah bila dibandingkan tanpa dikendalikan sama se- kali, tapi lebih tinggi bila dibandingkan pestisida kimiawi. Penggunaan B. bassiana lebih baik diban- dingkan pestisida nabati karena populasinya lebih stabil dan lebih rendah dari kontrol.