Pengertian Bisnis Indonesia, Etika Bisnis dan Pedagang Kaki Lima [Lengkap]
Bisnis Indonesia adalah bisnis adalah sejumlah total usaha yang meliputi pertanian, produksi, konstruksi, distribusi, transportasi, komunikasi, usaha jasa dan pemerintah, yang bergerak dalam bidang membuat dan memasarkan barang dan jasa kepada konsumen dalam ruang lingkup wilayah di Indonesia.
Pengertian Bisnis
Bisnis dalam arti luas adalah suatu istilah umum yang menggambarkan suatu aktivitas dan institusi yang memproduksi barang dan jasa dalam kehidupan sehari-hari (Amirullah, 2005:2).
Menurut Louis E. Boone (2007:5), bisnis (bussines) terdiri dari seluruh aktivitas dan usaha untuk mencari keuntungan dengan menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan bagi sistem perekonomian, beberapa bisnis memproduksi barang berwujud sedangkan yang lain memberikan jasa.
Sedangkan perilaku merupakan tindakan seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, bisnis merupakan tindakan individu dan sekelompok orang yang menciptakan nilai melalui penciptaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan memperoleh keuntungan melalui transaksi.
Jenis - jenis Bisnis
Menurut Indriyo Gito Sudarmo (1993: 3), ada beberapa macam jenis bisnis, untuk memudahkan mengetahui pengelompokannya maka dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1) Ekstraktif, yaitu bisnis yang melakukan kegiatan dalam bidang pertambangan atau menggali bahan-bahan tambang yang
terkandung di dalam perut bumi.
2) Agraria, yaitu bisnis yang menjalankan bisnisnya dalam bidang pertanian.
3) Industri, yaitu bisnis yang bergerak dalam bidang industri.
4) Jasa, yaitu bisnis yang bergerak dalam bidang jasa yang menghasilkan produk-produk yang tidak berwujud.
Elemen Bisnis
Elemen bisnis yang utama dan merupakan sumber daya yang kompetitif bagi sebuah bisnis terdiri dari empat elemen utama yaitu:
1) Modal, yaitu sejumlah uang yang digunakan dalam menjalankan kegiatan-kegiatan bisnis.
2) Bahan material, yaitu bahan-bahan yang terdiri dari sumber daya alam, termasuk tanah, kayu, mineral, dan minyak. Sumber daya alam tersebut disebut juga sebagai faktor produksi yang dibutuhkan dalam melaksanakan aktivitas bisnis untuk diolah dan
menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat.
3) Sumber daya manusia, yaitu sumber daya yang berkualitas yang diperlukan untuk kemajuan sebuah bisnis.
4) Keterampilan manajemen
5) Suatu bisnis yang sukses adalah suatu bisnis yang dijalankan dengan manajemen yang efektif.
Sistem manajemen yang efektif adalah sistem yang dijalankan berdasarkan prosedur dan tata kerja manajemen.
Pengertian Etika Bisnis
Etika berasal dari kata Yunani yaitu ethos yang berarti tempat tinggal, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Bentuk jamaknya adalah ta etha, yang berarti adat istiadat. Dalam hal ini, kata etika sama pengertiannya dengan moral.
Menurut Suhardana (2006) dalam Sukirno Agus dan I Cekik Ardana (2009: 127-128) istilah lain dari etika adalah susila, su artinya baik, sila artinya kebiasaan. Jadi susila berarti kebiasaan atau tingkah laku perbuatan manusia yang baik.
Menurut Lawrence, Weber, dan Post (2005) dalam Sukirno Agus dan I Cekik Ardana (2009: 127-128) etika adalah suatu konsepsi tentang perilaku benar dan salah. Etika menjelaskan kepada kita apakah perilaku kita bermoral atau tidak berkaitan dengan hubungan kemanusiaan yang fundamental, bagaimana kita berpikir dan bertindak kepada orang lain dan bagaimana kita inginkan meraka berpikir dan bertindak terhadap kita.
Menurut David P. Baron (2005) dalam Sukirno Agus dan I Cekik Ardana (2009: 127-128) etika adalah suatu pendekatan sistematis atas penilaian moral yang didasarkan atas penalaran, analisis, sintetis, dan reflektif.
Menurut Muslich (2004: 9) etika bisnis dapat diartikan sebagai pengetahuan tentang tata cara ideal pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara universal dan secara ekonomi/sosial, dan pengetrapan norma dan moralitas ini menunjang maksud dan tujuan kegiatan bisnis.
Etika bisnis terkait dengan masalah penilaian terhadap kegiatan dan perilaku bisnis yang mengacu pada kebenaran atau kejujuran berusaha (Murti Sumarni, 1995:21). Chandra R (1998: 20) menambahkan bahwa perubahan-perubahan besar dalam oraktik pengelolaan bisnis dewasa ini menyebabkan perhatian terhadap etika bisnis semakin penting.
Oleh karena itu, etika bisnis merupakan pengetahuan pedagang tentang tata cara pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas melalui penciptaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan memperoleh
keuntungan melalui transaksi.
Prinsip-prinsip Etika Bisnis
Etika bisnis memiliki prinsip-prinsip yang bertujuan memberikan acuan cara yang harus ditempuh oleh perusahaan untuk mencapai tujuannya.
Muslich (2004: 18-20) menyatakan bahwa prinsip-prinsip etika bisnis meliputi:
1) Prinsip ekonomi
Perusahaan secara bebas memiliki wewenang sesuai dengan bidang yang dilakukan dan pelaksanaannya dengan visi dan misi yang dimilikinya dalam menetapkan kebijakan perusahaan harus diarahkan pada upaya pengembangan visi dan misi perusahaan yang berorientasi pada kemakmuran, kesejahteraan para pekerja, komunitas yang dihadapinya.
2) Prinsip kejujuran
Kejujuran menjadi nilai yang paling mendasar dalam mendukung keberhasilan kinerja perusahaan. Dalam hubungannya dengan lingkungan bisnis, kejujuran diorientasikan kepada seluruh pihak yang terkait dengan aktivitas bisnis. Dengan kejujuran yang dimiliki oleh suatu perusahaan maka masyarakat yang ada di sekitar lingkungan perusahaan akan menaruh kepercayaan yang tinggi bagi perusahaan tersebut.
3) Prinsip niat baik dan tidak berniat jahat
Prinsip ini terkait erat dengan kejujuran. Tindakan jahat tentu
tidak membantu perusahaan dalam membangun kepercayaan masyarakat, justru kejahatan dalam berbisnis akan menghancurkan perusahaan itu sendiri. Niatan dari suatu tujuan terlihat cukup transparan misi, visi dan tujuan yang ingin dicapai dari suatu perusahaan.
4) Prinsip adil
Prinsip ini menganjurkan perusahaan untuk bersikap dan berperilaku adil kepada pihak-pihak bisnis yang terkait dengan sistem bisnis tersebut.
5) Prinsip hormat pada diri sendiri
Prinsip hormat pada diri sendiri adalah cermin penghargaan yang positif pada diri sendiri. Hal ini dimulai dengan penghargaan terhadap orang lain. Menjaga nama baik merupakan pengakuan atas keberadaan perusahaan tersebut.
Prinsip etika bisnis menurut Sonny Keraf (1998) dalam Sukirno Agus dan I Cekik Ardana (2009: 127-128) mengatakan bahwa setidaknya ada lima prinsip yang dijadikan titik tolak pedoman perilaku dalam menjalankan praktik bisnis, yaitu:
1) Prinsip Otonomi
Prinsip otonomi menunjukkan sikap kemandirian, kebebasan, dan tanggungjawab. Orang yang mandiri berarti orang yang dapat mengambil suatu keputusan dan melaksanakan tindakan berdasarkan kemampuan sendiri sesuai dengan apa yang diyakininya, bebas dari tekanan, hasutan, dan ketergantungan kepada pihak lain.
2) Prinsip Kejujuran
Prinsip kejujuran menanamkan sikap bahwa apa yang dipikirkan adalah apa yang dikatakan, dan apa yang dikatakan adalah yang dikerjakan. Prinsip ini juga menyiratkan kepatuhan dalam melaksanakan berbagai komitmen, kontrak, dan perjanjian yang telah disepakati.
3) Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan menanamkan sikap untuk memperlakukan semua pihak secara adil, yaitu suatu sikap yang tidak membeda-bedakan dari berbagai aspek baik dari aspek ekonomi, hukum, maupun aspek lainnya.
4) Prinsip saling Menguntungkan
Prinsip saling menguntungkan menanamkan kesadaran bahwa dalam berbisnis perlu ditanamkan prinsip win-win solution, artinya dalam setiap keputusan dan tindakan bisnis harus diusahakan agar semua pihak merasa diuntungkan.
5) Prinsip Integritas Moral
Prinsip integritas moral adalah prinsip untuk tidak merugikan orang lain dalam segala keputusan dan tindakan bisnis yang diambil.
Prinsip ini dilandasi oleh kesadaran bahwa setiap orang harus dihormati harkat dan martabatnya.
Prinsip-prinsip etika bisnis di atas tidak hanya digunakan pada sebuah perusahaan atau organisasi perdagangan, akan tetapi dapat pula digunakan pada usaha yang dikelola pedagang kaki lima, hal ini dikarenakan setiap bisnis yang dijalankan oleh pedagang kaki lima harus didasarkan pada prinsip-prinsip tersebut agar tidak melanggar hak-hak konsumen.
Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Etika Bisnis
Dalam etika bisnis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,
yaitu:
1) Etika bisnis produksi
Produksi merupakan kegiatan untuk meningkatkan nilai guna suatu barang atau jasa. Dalam etika menentukan produk dalam rangka mempertemukan apa dan bagaimana keinginan dan kebutuhan konsumen, berkaitan erat dengan hal-hal sebagai
berikut:
a) produk yang berguna dan dibutuhkan
b) produk yang berpotensi menghasilkan keuntungan
c) nilai tambah yang tinggi
d) jumlah yang dibutuhkan dan mendapatkan keuntungan
e) dapat memuaskan konsumen secara positif (Muslich, 2004:97).
2) Etika bisnis promosi dan pemasaran
Kegiatan promosi dan pemasaran merupakan ujung tombak dari kegiatan bisnis yang dijadikan pendukung utama dalam menggembangkan bisnis. Menurut William J. Stanton dalam (Basu Swasta dan Sukotjo, 1995; 179) pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan
mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan baik pembeli yang ada maupun pembeli yang potensial.
Menurut Muslich (2004: 93-94) hal yang penting dalam promosi menurut etikanya adalah kebenaran dan kejujuran obyektivitas pesan faktual yang disampaikan dengan tujuan untuk membangun kepercayaan dan loyalitas masyarakat terhadap perusahaan.
3) Etika bisnis distribusi
Prinsip distribusi produk dimaksudkan untuk mencapai ketepatan dan kecepatan waktu datangnya barang ketangan konsumen, keamanan yang terjaga dari kerusakan, sarana kompetisi dalam ketepatan memenuhi kebutuhan masyarakat.
Etika bisnis dalam kegiatan distribusi yaitu kecepatan dan ketepatan produk ditangan konsumen dengan mudah pada saat dibutuhkan. Jika bisnis melakukan penimbunan atas produk maka akibatnya tidak terdapat ketersediaan produk yang cukup di masyakat dan dapat menyebabkan kelangkaan. Penimbunan barang dengan tujuan mendapatkan keuntungan yang maksimal hal ini tidak sesuai dengan etika bisnis.
4) Etika bisnis dalam kompetisi
Sebuah kegiatan bisnis tidak bisa terlepas dari kompitisi antar pelaku bisnis.
Menurut Muslich (2004:108) prinsip etika yang dapat dikembangkan dalam kompetisi berdasarkan landasan-landasan antara lain:
a) memberikan yang terbaik untuk konsumen, dapat berupa memberikan kualitas produk yang terbaik, memberikan harga yang kompetitif dan memberikan pelayanan yang terbaik untuk konsumen.
b) tidak berlaku curang
c) kerja sama positif
Prinsip-prinsip etika bisnis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: prinsip ekonomi dapat diukur melalui empat hal yang meliputi: keuntungan maksimal, pendapatan meningkat, barang dagangan yang dijual memiliki nilai lebih, dan harga yang ditawarkan cukup kompetitif
Prinsip kejujuran dapat diukur melalui empat hal yang meliputi: penawaran barang dan jasa, hubungan kerjasama dengan mitra dagang, jujur pada semua mitra dagang, dan informasi yang diberikan sesuai dengan realita.
Prinsip niat baik dan tidak berniat jahat dapat diukur melalui tiga hal yang meliputi: memberikan yang terbaik kepada konsumen, tidak berlaku curang, dan kerjasama positif antar mitra dagang.
Prinsip keadilan dapat diukur melalui dua hal yang meliputi:
memberikan pelayanan yang adil dan harga barang dagangan sesuai dengan kualitasnya
Prinsip hormat pada diri sendiri dapat diukur melalui dua hal yang meliputi: barang dagangan yang ditawarkan terjamin kualitasnya dan memperhatikan aspek kesehatan.
Pentingnya Etika Bisnis
Bisnis dipahami sebagai suatu proses keseluruhan dari produksi yang dirumuskan sebagai usaha memaksimalkan keuntungan perusahaan dan meminimumkan biaya produksi. Oleh karena itu, bisnis seringkali menetapkan pilihan strategis berdasarkan nilai dimana pilihan tersebut didasarkan atas keuntungan dan kelangsungan hidup perusahaan.
Menurut Muhammad (2004: 60-61), pentingnya etika bisnis dalam kelangsungan perusahaan adalah sebagai berikut:
1) Tugas utama etika bisnis dipusatkan pada upaya mencari cara untuk menyelaraskan kepentingan strategis sustu bisnis dengan tuntunan moralitas.
2) Etika bisnis bertugas melakukan perubahan kesadaran masyarakat tentang bisnis dengan memberikan suatu pemahaman yaitu bisnis tidak dapat dipisahkan dari etika.
Pengertian Pedagang Kaki Lima
Pedagang kaki lima berasal dari istilah “kaki lima” yang merupakan warisan sejarah, sebab istilah ini muncul saat pemerintah jajahan Inggris di Indonesia. Pada saat itu Raffles telah mengeluarkan peraturan penggunaan jalan, yakni mengharuskan agar kiri dan kanan jalan selebar lima feet bagi pejalan kaki itu digunakan oleh pedagang untuk menggelar jualannya, karena mereka berjualan di arena lima feet tadi, kemudian dikenal sebagai pedagang kaki lima (Hernawi dalam Sudaryanti 2000:8).
Menurut Eridian dalam Sudaryanti (2000:8) “Pedagang kaki lima ialah orang-orang dengan modal relatif kecil/sedikit berusaha (produksi-penjualan barang-barang/jasa-jasa) untuk memenuhi kebutuhan kelompok konsumen tertentu dalam masyarakat”. Usaha itu dilakukan pada tempat-tempat yang dianggap strategis dalam suasana informal.
Sementara itu Tim Peneliti dari Fakultas Hukum UNPAR Bandung dalam Sudaryanti (2000:9) memberikan batasan pedagang kaki lima sebagai berikut: “Pedagang kaki lima ialah pedagang golongan ekonomi lemah yang berjualan kebutuhan sehari-hari, makanan atau jasa relatif kecil, modal sendiri atau modal lain, baik mempunyai tempat berdagang tetap atau tidak tetap (berpindah-pindah) di tempat-tempat yang terlarang berjualan”.
Di dalam UU Nomor 9 Tahun 1995 dijelaskan bahwa pedagang kaki lima merupakan bagian dari Kelompok Usaha Kecil yang bergerak di sektor informal. Usaha kecil yang dimaksud yaitu kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan. Sementara usaha kecil informal adalah usaha yang belum terdaftar, belum tercatat dan belum berbadan hukum, antara lain petani penggarap, industri rumah tangga, pedagang asongan, pedagang keliling, pedagang kaki lima dan pemulung.
Dalam UU Nomor 9 Tahun 1995 juga ditetapkan beberapa
Kriteria Usaha Kecil, antara lain:
1) memiliki kekayaan bersih paling banyak 200 juta rupiah, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
2) memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak 1 (satu) milyar rupiah milik warga negara Indonesia;
3) berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki;
4) berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.
Usaha Kaki Lima adalah bagian dari Kelompok Usaha Kecil yang bergerak di sektor informal, yang oleh istilah dalam UU. No. 9 Tahun 1995 di atas dikenal dengan istilah “Pedagang Kaki Lima”.
Jadi pedagang kaki lima adalah pedagang yang berjualan dengan modal yang relatif kecil dan segala aktivitas berdagangnya dilakukan di trotoar sebagai tempat yang dianggap strategis dalam suasana informal.
Ciri-ciri Pedagang Kaki Lima
Untuk memperjelas pandangan kita tentang pedagang kaki lima berikut karakteristik pedagang kaki lima:
1) berusaha di kaki lima pada umumnya bukan pekerjaan yang dicitacitakan.
2) para pedagang kaki lima tersebut pada umumnya tergolong tingkatan kerja produktif.
3) tingkat pendidikan mereka relatif rendah.
4) sebagian dari mereka adalah pedagang dari luar kota dan belum mendapat status sebagai penduduk permanen.
5) sebelum terjun di kaki lima mereka pada umumnya berprofesi sebagai petani atau buruh rendah.
6) modal diusahakan sendiri dan tidak punya hubungan dengan lembaga keuangan perbankan.
7) modal yang dimiliki sangat terbatas demikian pula dengan omset usaha serta profit yang diperoleh.
8) kemampuan kewirausahaan relatif rendah demikian pula kemampuan dalam pemupukan modal.
9) jenis dagangannya sangat variatif, namun yang cukup dominan adalah jenis pangan, sandang, dan jenis kebutuhan sekunder lainnya.
10) pada dasarnya mereka ikut terkena pajak dengan adanya retribusi dan berbagai jenis pungutan lainnya (Hernawi dalam Sudaryanti, 2000:9).
Kekuatan dan Kelemahan Pedagang Kaki Lima
Menurut Adi Sasono (1980: 62-64) pedagang kaki lima mempunyai beberapa kekuatan dan kelemahan yang harus diperhatikan, yakni:
1) kekuatan-kekuatan yang dimiliki PKL
a) pedagang kaki lima memberikan kesempatan kerja yang umumnya sulit didapat pada negara-negara sedang berkembang.
b) dalam prakteknya mereka biasanya menawarkan barang dan jasa dengan harga bersaing.
c) sebagian besar masyarakat kita lebih senang berbelanja dengannya mengingat faktor kemudahan dan barang-barang yang ditawarkan relatif murah (terlepas dari pertimbangn kwalitas).
2) kelemahan-kelemahan yang dimiliki PKL
a) mereka dapat dimasukkan dalam kelompok marginal dan sub marginal dengan modal kecil, sehingga laba yang dihasilkan juga
kecil.
b) disebabkan oleh kurangnya pendidikan dan technical training maka unsur efisiensi kurang mendapat perhatian seperti masalah polusi dan faktor hygienis sebagai produk sampingan yang
negatif.
c) dikalangan pedagang kaki lima sering terdapat faktor imitasi yang berlebihan.
d) seringkali terdapat unsur penipuan dan penawaran dengan harga tinggi yang berlebih-lebihan, sehingga menyebabkan citra/image kurang positif.
Konsumen
Dalam buku Nasution (2002: 3) yang berjudul aspek-aspek hukum masalah perlindungan konsumen, istilah konsumen berasal dari bahasa consumer (Inggris-Amerika) atau consument (Belanda). Secara harfiah arti kata consumer adalah lawan dari produsen, setiap orang yang menggunakan barang.
Berdasarkan pengertian di atas, subyek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang dan jasa. Menurut Nasution (2002: 3), orang yang dimaksud di atas adalah orang alami bukan badan hukum. Sebab yang memakai, menggunakan dan atau memanfaatkan barang dan atau jasa untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan hanyalah orang alami atau manusia
Konsumen berasal dari bahasa Belanda “konsument” artinya memakai. Menurut para sarjana konsumen diartikan pemakai terakhir dari produk yang diserahkan kepada mereka dari para produsen. makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Menurut Philip Kotler, pengertian konsumen yaitu semua individu dan rumah tangga yang membeli atau memperoleh barang atau jasa untuk di konsumsi pribadi (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30007/3/Chapter%20II diakses Selasa, 13 Maret 2012).
Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen Undang undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Pasal 1 disebutkan bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Sementara itu, pada Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen dijelaskan hak konsumen yang meliputi:
a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barangdan/atau jasa;
b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
Pada Pasal 5 UU Perlindungan Konsumen dijelaskan kewajiban konsumen yang meliputi:
a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan
keselamatan;
b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau
jasa;
c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut