[Perkecambahan Adalah] Pengertian Perkecambahan Menurut Para Ahli (Lengkap)
Pengertian Perkecambahan Menurut Para Ahli
Perkecambahan adalah proses awal pertumbuhan individu baru pada tanaman yang diawali dengan munculnya radikel pada testa benih. Perkecambahan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air dalam medium pertumbuhan. Air akan diabsorbsi dan digunakan untuk memacu aktivitas enzim-enzim metabolisme perkecambahan (Agustrina, 2008).
Perkecambahan (germination) merupakan tahap awal perkembangan suatu tumbuhan, khususnya tumbuhan berbiji. Dalam tahap ini, embrio di dalam biji yang semula berada pada kondisi dorman mengalami sejumlah perubahan fisiologis yang menyebabkan ia berkembang menjadi tumbuhan muda. Tumbuhan muda ini dikenal sebagai kecambah. Kecambah adalah tumbuhan (sporofit) muda yang baru saja berkembang dari tahap embrionik di dalam biji. Tahap perkembangan ini disebut perkecambahan dan merupakan satu tahap kritis dalam kehidupan tumbuhan.
Imbibisi menyebabkan biji mengembang dan memecahkan kulit pembungkusnya serta memicu perubahan metabolik pada embrio sehingga dapat melanjutkan pertumbuhannya. Enzim-enzim akan menghidrolisis bahan-bahan yang disimpan dalam kotiledon dan nutrient-nutrien di dalamnya. Enzim yang berperan dalam hidrolisis cadangan makanan adalah enzim α-amilase, β-amilase dan protease (Surya, 2010). Enzim α-amilase mampu memecah pati menjadi dekstrin dan maltosa yang diperlukan untuk pertumbuhan/perkecambahan biji. Aktivitas enzim α-amilase dapat ditingkatkan dengan proses perendaman selama pengecambahan (Abidin dkk., 2000).
Kecambah biasanya dibagi menjadi tiga bagian utama: radikula (akar embrio), hipokotil, dan kotiledon (daun lembaga). Proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian kompleks dari perubahan-perubahan morfologi, fisiologi, dan biokimia.
Tahap pertama suatu perkecambahan benih dimulai dengan proses penyerapan air oleh benih, melunaknya kulit benih dan hidrasi dari protoplasma. Tahap kedua dimulai dengan kegiatan-kegiatan sel dan enzim-enzim serta naiknya tingkat respirasi benih tahap ketiga merupakan tahap dimana terjadi penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi bentuk-bentuk yang melarut dan ditranslokasikan ke titik-titik tumbuh. Tahap keempat adalah asimililasi dari bahanbahan yang telah diuraikan tadi di daerah meristematik untuk menghasilkan energi baru, pembentukan komponen dan pertumbuhan sel baru. Tahap kelima adalah pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran dan pembagian sel-sel pada titik-titik tumbuh.
Sementara penyerapan air oleh benih terjadi pada tahap pertama biasanya berlangsung sampai jaringan mempunyai kandungan air 40 – 60 % (atau 67 – 150 % atas dasar berat kering). Dan akan meningkat lagi pada saat munculnya radikula sampai jaringan penyimpanan dan kecambah yang sedang tumbuh mempunyai kandungan air 70 - 90 %.(Sutopo,L., 2002)
Ada sedikitnya tanaman Angiospermae yang dimana terjadi proses perkembangan zigot menjadi tanaman dewasa secara terus menerus. Perkecambahan atau pertumbuhan terbuka dari embrio biji dapat terjadi setelah periode dormansi. Bagaimanapun, sebelum perkecambahan terjadi, kondisi eksternal harus disesuaikan. Hal yang paling penting adalah kelembapan, oksigen dan suhu.
Kelembapan harus memadai yang secara relatif dibutuhkan sebagai tahap awal dari perkecambahan. Air membantu lapisan biji dan memfasilitasi pergerakan oksigen ke dalam biji sehingga air merupakan media dimana material berpindah dari satu bagian biji ke bagian lainnya yang dibutuhkan tumbuhan seperti pencernaan makanan dan pernafasan. Jika kecukupan kuantitas oksigen tidak terpenuhi, respirasi akan dikurangi dan energi yang diperlukan untuk menumbuhkan embrio berkurang. Jarak temperatur untuk perkecambahan bervariasi, namun perkecambahan biji yang terbaik terjadi pada suhu 650 F sampai 830 F. (Johnson,W.H., 1995).
Dormansi adalah masa istirahat, artinya kemampuan biji untuk menangguhkan perkecambahannya sampai pada saat dan tempat yang mengguntungkan baginya untuk tumbuh.Hal yang menyebabkan terjadinya dormansi yaitu adanya rudimentary embryo. Di dalam keadaan seperti ini, embrio belum mencapai tahap kematangan (immature embryo) sehingga memerlukan waktu untuk siap berkecambah.
Faktor lain yang cukup menentukan terhadap keberhasilan perkecambahan adalah faktor kematangan biji (seed maturity).Hubungan antara faktor kematangan biji dengan persentase perkecambahan, telah dilakukan penelitian oleh Kinch dan Termunde (1957) pada biji Perenial Sow Thistle dan Canada Thistle. Dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa persentase perkecambahan yang paling tinggi
(83 %) untuk biji yang diambil pada 9 hari setelah berbunga. Sedangkan untuk Canada Thistle yaitu 90% untuk biji yang diambil pada 10 hari setelah berbunga.
Adapun faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap proses perkecambahan yaitu air, udara, temperatur, cahaya, dan zat kimia yang mendukung pada proses perkecambahan.Air adalah salah satu faktor lingkungan yang sangat diperlukan dalam perkecambahan. Adanya air sangat penting untuk aktivitas enzim dan penguraiannya, translokasi dan untuk keperluan fisiologis lainnya.
Faktor lingkungan lain yang berpengaruh dalam proses perkecambahan yaitu udara. Udara terdiri dari 20 % oksigen, 0,03 % karbon dioksida, dan 80 % nitrogen. Adanya oksigen di dalam proses respirasi pada perkecambahan, sangat berpengaruh. Apabila konsentrasi oksigen di udara sangat rendah, menyebabkan terhambatnya perkecambahan.
Hubungannya dengan temperatur, perkecambahan memerlukan temperatur yang optimum, yaitu temperatur yang dapat mengakibatkan persentase perkecambahan yang tinggi dalam waktu yang relatif singkat. Perlu dikemukakan disini bahwa temperatur minimum, optimum, dan maksimum dikenal dengan temperatur kardinal. Menurut Copeland (1976), temperatur optimum bagi perkecambahan sekitar 150-300C, sedangkan untuk temperatur maksimum yaitu 350400C.
Cahaya adalah faktor lingkungan lain yang menentukan kemampuan biji berkecambah. Penelitian pengaruh cahaya terhadap perkecambahan telah dilakukan oleh Borthwick et al (1952) dan Flint (1936) pada biji lettuce .(Abidin,Z. 1991)
Pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan sebagai organisme yang tidak dapat berpindah tempat sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungannya, salah satunya adalah keberadaan medan magnet. Setiap materi termasuk materi penyusun tumbuhan terdiri atas atom, yaitu proton, netron, dan elektron.
Gerakan elektron mengelilingi atom pada orbitalnya menimbulkan arus listrik (Adjis dkk., 1987). Pada kumparan kawat berbentuk tabung panjang dengan lilitan yang sangat rapat yang dialiri arus listrik dapat menimbulkan medan magnet (Maharta, 1994). Enzim adalah protein yang sangat peka terhadap pengaruh fisik dan kimia, sehingga struktur molekulnya dapat dengan mudah mengalami perubahan bentuk atau modifikasi (SITH, 2009). Protein dapat mengalami perubahan struktur molekul dan terdenaturasi karena pengaruh suhu, pH, aliran listrik, medan magnet dan juga gaya tekanan (Poedjadi, 2009).
Pengaruh positif medan magnet terhadap perkecambahan telah dibuktikan pada beberapa spesies tanaman obat diantaranya yaitu Calendula officinalis (Criveanue dan Georgeta, 2006); tembakau (Aladjadjian dan Ylieva, 2003); gandum, jagung dan beet (Rochalska dan Orzesko-Rywka, 2005). Observasi terhadap kecepatan penguapan air dalam media perkecambahan biji legum menunjukkan bahwa perlakuan medan magnet sampai 165 A/m menyebabkan peningkatan penguapan yang cukup signifikan dibandingkan kontrol meskipun tidak diikuti dengan peningkatan suhu. Adanya peningkatan penguapan air pada medium menunjukkan bahwa potensial air pada medium tersebut meningkat sehingga dapat mempercepat hidrasi air dalam benih (Agustrina, 2008).
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim
1. Pengaruh Suhu
Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh suhu. Untuk enzim hewan suhu optimal antara 35°C dan 40°C, yaitu suhu tubuh. Pada suhu di atas dan di bawah optimalnya, aktivitas enzim berkurang. Di atas suhu 50°C enzim secara bertahap menjadi inaktif karena protein terdenaturasi. Pada suhu 100°C semua enzim rusak. Pada suhu yang sangat rendah, enzim tidak benar-benar rusak tetapi aktivitasnya sangat banyak berkurang (Gaman & Sherrington, 1994). Enzim memiliki suhu optimum yaitu sekitar 18-230C atau maksimal 400C karena pada suhu 450C enzim akan terdenaturasi karena merupakan salah satu bentuk protein. (Tranggono,B.S.,1989)
Suhu yang tinggi akan menaikkan aktivitas enzim namun sebaliknya juga akan mendenaturasi enzim (Martoharsono, 1994). Peningkatan temperatur dapat meningkatkan kecepatan reaksi karena molekul atom mempunyai energi yang lebih besar dan mempunyai kecenderungan untuk berpindah. Ketika temperatur meningkat, proses denaturasi juga mulai berlangsung dan menghancurkan aktivitas molekul enzim. Hal ini dikarenakan adanya rantai protein yang tidak terlipat setelah pemutusan ikatan yang lemah sehingga secara keseluruhan kecepatan reaksi akan menurun (Lee, 1992)
2. Pengaruh pH
pH optimal enzim adalah sekitar pH 7 (netral) dan jika medium menjadi sangat asam atau sangat alkalis enzim mengalami inaktivasi. Akan tetapi beberapa enzim hanya beroperasi dalam keadaan asam atau alkalis. Sebagai contoh, pepsin, enzim yang dikeluarkan ke lambung, hanya dapat berfungsi dalam kondisi asam, dengan pH optimal 2 (Gaman & Sherrington, 1994).
Enzim memiliki konstanta disosiasi pada gugus asam ataupun gugus basa terutama pada residu terminal karboksil dan asam aminonya. Namun dalam suatu reaksi kimia, pH untuk suatu enzim tidak boleh terlalu asam maupun terlalu basa karena akan menurunkan kecepatan reaksi dengan terjadinya denaturasi. Sebenarnya enzim juga memiliki pH optimum tertentu, pada umumnya sekitar 4,5–8, dan pada kisaran pH tersebut enzim mempunyai kestabilan yang tinggi (Williamson & Fieser, 1992).
3. Konsentrasi substrat dan konsentrasi enzim
Katalisis terjadi hanya jika enzim dan substrat membentuk suatu kompleks. Oleh sebab itu, laju reaksi bergantung pada jumlah enzim dan substrat yang berhasil membentuk kompleks. Jika konsentrasi keduanya tinggi, jumlah kompleks yang mungkin terbentuk juga tinggi. Jika substrat cukup tersedia, penggandaan konsentrasi enzim menyebabkan laju reaksi meningkat dua kali lipat. Jika kemudian substrat menjadi faktor pembatas, maka penambahan enzim selanjutnya tidak lagi mempengaruhi laju reaksi.
4. Pengaruh produk reaksi
Laju reaksi enzimatik dapat diketahui dengan cara mengukur laju pengurangan substrat atau dengan laju terbentuknya produk. Dengan kedua pendekatan ini diketahui bahwa laju reaksi berlangsung semakin lama semakin lambat. Penurunan laju reaksi ini, kadang disebabkan oleh denaturasi protein selama pengukuran berlangsung, tetapi faktor lain juga berperan. Satu faktor yang paling penting adalah pengaruh dari penurunan konsentrasi substrat dan penimbunan produk reaksi.
Akumulasi produk reaksi kadang mencapai konsentrasi yang cukup tinggi untuk menyebabkan berlangsungnya reaksi balik (reverse reaction). Ini terjadi jika potensi kimia relatif antara produk dan substrat memungkinkan. Dalam beberapa kasus, produk menghambat laju reaksi dengan cara menyatu dengan enzim sedemikian rupa sehingga pembentukan kompleks enzim-substrat terganggu.
5. Pengaruh Unsur atau Senyawa Penghambat Enzim (Inhibitor)
Beberapa bahan asing dapat menghalangi efek katalitik enzim. Beberapa diantaranya adalah unsur-unsur anorganik seperti beberapa kation logam dan beberapa senyawa organik tertentu. Kedua kelompok penghambat ini dibedakan berdasarkan pengaruhnya yang bersifat kompetitif dan non-kompetitif dengan substrat.
Penghambat kompetitif umumnya mempunyai struktur mirip dengan substrat sehingga dapat berkompetisi untuk mendapatkan sisi aktif enzim. Jika penggabungan antara enzim dan penghambat terjadi, maka konsentrasi enzim yang efektif menjadi menurun, sebagai akibatnya tentu laju reaksi juga akan menurun.(Lakitan,B.,2011).
Klasifikasi Enzim
Pada tahun 1956, The International Union of Biochemistry membentuk suatu panitia untuk menyusun konsep dan mengusulkan klasifikasi dan nomenklatur enzim. Baru tahun 1961 usul tersebut diterima secara resmi.
Prinsip penamaan tersebut ternyata berdasarkan tipe reaksi yang dikatalisis dan enzim yang dibagi menjadi enam kelompok utama, yaitu :
1. Oksidoreduktase
Enzim oksidoreduktase adalah enzim yang dapat mengkatalisis reaksi oksidasi atau reduksi suatu bahan. Dalam golongan ini terdapat 2 jenis enzim yang paling utama yaitu oksidase dan dehidrogenase.
a. Oksidase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi antara substrat dengan molekul oksigen. Yang termasuk enzim oksidase adalah katalase, peroksidase, tirosinase, dan asam askorbat oksidase.
b. Dehidrogenase adalah enzim yang aktif dalam pengambilan atom hidrogen dari substrat. Contohnya yaitu suksinat dehidrogenase, glutamat dehidrogenase, dan laktat dehidrogenase.
2. Transferase
Enzim transferase adalah enzim yang ikut serta dalam reaksi pemindahan (transfer) suatu radikal atau gugus. Enzim yang termasuk dalam golongan ini adalah transglikosidase, transfosforilase, transaminase, dan transasetilase.
3. Hidrolase
Enzim hidrolase merupakan enzim yang sangat penting dalam pengolahan pangan, yaitu enzim yang mengkatalisis reaksi hidrolisis suatu substrat atau pemecahan substrat dengan pertolongan molekul air. Enzim yang termasuk kedalam golongan ini adalah lipase yang menghidrolisis ikatan ester pada lemak alami menjadi gliserol dan asam lemak, glikosidase menghidrolisis ikatan glikosida dan sebagainya. Disamping itu masih banyak lagi yang termasuk enzim hidrolase, diantaranya karboksil esterase, pektin metal esterase, selulase, β-amilase, α-amilase dan invertase.
4. Liase
Enzim liase adalah enzim yang aktif dalam pemecahan ikatan C-C dan ikatan C-O dengan tidak menggunakan melekul air. Yang termasuk dalam golongan enzim ini adalah enzim dekarboksilase.
5. Isomerase
Enzim isomerase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi perubahan konfigurasi molekul substrat, sehingga dihasilkan molekul baru yang merupakan isomer dari substrat, atau dengan perubahan isomer posisi. Yang termasuk dalam golongan ini adalah enzim fosfoheksosa isomerise atau fosfomanosa isomerise.
6. Ligase
Enzim ligase adalah enzim yang mengakatlisis pembentukan ikatan - ikatan tertentu, misalnya pembentukan ikatan C-O, C-C, dan C-S dalam biosintesis ko-enzim A serta pembentukan ikatan C-N dalam sintesis glutamin ( Winarno, 1983 ).
Enzim Lipase
Lipase ( E.C.3.1.1.3 ) adalah enzim yang terutama untuk hidrolisa dari asil gliserida. Bagaimanapun jumlah berat molekul dari ester baik tinggi maupun rendah tiol ester, amida, poliol dan lain – lain, dapat diterima sebagai substrat oleh kelompok enzim lipase ini. Pencampuran dari minyak juga telah dikatalisa dengan lipase, penggunaan biokatalis ini karena keselektifan dari lipase yang mana memberikan kontrol terhadap produk ( Gandhi, 1997 ).
Biji yang sedang berkecambah memiliki aktifitas lipolitik yang tinggi. Aktifitas lipase pada fraksi kecambah tiga kali lebih besar daripada aktifitas enzim pada fraksi biji. Hal ini disebabkan lipase digunakan untuk memecah substrat berupa lemak untuk memenuhi kebutuhan energi. Kandungan triasilgliserida (TAG) menurun dan kandungan monoasilgliserida (MAG) dan asam lemak bebas (FFA) meningkat dan diasilgliserida (DAG) tidak banyak berubah selama perkecambahan. Komponen lemak dan lemak netral biji borage (Borago officinalis L.) diubah menjadi glikolipid dan phospolipid selama perkecambahan dalam gelap suhu 250 C selama 10 hari.(Sennanayake dan Shahidi,2000) .
Enzim adalah suatu biokatalisator yang dapat bertindak menguraikan molekul yang rantainya panjang menjadi lebih sederhana, serta dapat juga membantu mekanisme reaksi yang mana tergantung pada enzimnya. Walaupun enzim ikut serta dalam reaksi dan mengalami perubahan fisik selama reaksi, enzim akan kembali kepada keadaan semula bila reaksi telah selesai.
Enzim mempunyai tenaga katalitik yang luar biasa dan biasanya jauh lebih besar dari katalisator sintetik. Spesifitas enzim sangat tinggi terhadap substratnya. Enzim mempercepat reaksi kimia secara spesifik tanpa pembentukan produk samping. Enzim merupakan unit fungsional untuk metabolisme dalam sel, bekerja menurut urutan yang teratur. Sistem enzim terkoordinasi dengan baik menghasilkan suatu hubungan yang harmonis diantara sejumlah aktivitas metabolik yang berbeda.
Kebanyakan enzim diberi nama dengan penambahan akhiran –ase pada kata yang menunjukkan senyawa asal yang diubah oleh enzim atau pada nama jenis reaksi kimia yang dikatalisis enzim.
Enzim – enzim yang bekerja dalam hidrolisis lemak dan minyak dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu enzim lipase dan enzim esterase. Keduanya terlihat baik dalam proses metabolisme lemak maupun penguraian dan kerusakan lemak. Enzim lipase dan enzim esterase sukar dibedakan karena daya kerjanya yang sangat mirip, yaitu mengkatalisis hidrolisis ester karbohidrat. Pada preparat murni enzim diekstraksi dari bahan alami sering terkandung enzim lipase maupun esterase.
Secara fisiologik, enzim ini penting artinya karena dengan menghidrolisis lemak dihasilkan asam lemak bebas dan gliserol yang penting peranannya dalam metabolisme dalam tubuh.
Di bidang industri lemak dan minyak, enzim – enzim ini juga sangat penting karena peranannya dalam mengendalikan proses produksi minyak dan lemak; misalnya pada minyak goreng dan margarin dalam proses menyingkirkan cita rasa dan bau – bauan yang tidak dikehendaki atau sebaliknya dengan enzim tersebut beberapa cita rasa yang dikehendaki dapat diatur untuk ditampilkan.
Sumber – Sumber Enzim Lipase
Lipase biasanya diproduksi oleh pankreas babi dan sapi, ragi Candida, Aspergillus, Rhizopus, dan Mucor sp.(Ghandi,1997). Pada umumnya sumber lipase adalah mikrobia(Ghosh dkk,1996) dan jamur (Nelson dkk, 1996). Lipase tedapat juga pada biji dan buah tanaman seperti palma, selada, bekatul, beras, barley, gandum, oat, kapas, jagung, mentimun, dan kacang-kacangan(Abigor,2002;Sennayake dan Shahidi, 2000 ; Mohammed, 2000 ; Dundas, 1998).
Aktifitas Enzim Lipase
Keaktifan enzim dapat ditentukan secara kualitatif dengan reaksi kimia yaitu dengan substrat yang dapat dihidrolisis oleh enzim tersebut, dan secara kuantitatif ditentukan dengan mengukur laju reaksi tersebut. Aktivitas enzim lipase mempunyai satuan unit (U). Satu unit aktivitas enzim lipase setara dengan 1µmol asam lemak bebas yang dihasilkan dari hidrolisis substrat yang dikatalisis oleh enzim lipase tiap satuan menit (Handayani, 2005).
Untuk menentukan aktivitas optimum pada kondisi optimum dari enzim lipase maka dilakukan pengukuran aktivitas enzimatik pada variasi suhu dan pH. Sehingga akan diketahui berapa aktifitas lipase di setiap rentang suhu dan pH yang ditentukan.
Seperti protein lainnya, enzim dapat terdenaturasi pada suhu tertentu, perilaku kimia, dan kondisi ekstrim lainnya. Apabila terjadi proses denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang dan reaksinya pun akan menurun. Dengan demikian, perubahan pH lingkungan akan berpengaruh terhadap efektivitas bagian aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim substrat. (Poedjiadi, 1994)
Selain itu enzim mempunyai pH optimum yang spesifik, yaitu pH yang menyebabkan aktivitas enzim maksimal. pH optimum enzim tidak perlu sama dengan pH lingkungan normalnya, dengan pH yang mungkin sedikit di atas atau dibawah pH optimum (Lehninger, 1990).
ISOLASI DAN PEMURNIAN ENZIM
Enzim merupakan suatu protein sehingga untuk mengisolasi enzim, protein harus diisolasi dalam bentuk murni, protein yang diinginkan harus dipisahkan dari semua jenis protein yang lain dan biomolekul yang lainnya. Protein seringkali diisolasi dari jaringan hewan atau tumbuhan, cairan biologi, sel mikrobiologi yang sebelumnya harus diubah terlebih dahulu sebagai sel homogenat
Ekstrak yang mengandung ribuan jenis protein yang berbeda dan juga biomolekul yang lainnya dipisahkan berdasarkan sifat-sifat protein, yaitu polaritas, muatan, ukuran (massa molekul) dan kemampuan untuk berikatan dengan molekul yang lain.(Boyer,2006).
Setelah sel homogen, protein dapat diekstraksi dengan larutan buffer encer pada pH yang sesuai dengan pH darimana enzim lipase diisolasi, dimana jika enzim diisolasi dari tumbuhan pH yang sesuai adalah sekitar 6,0-7,0. Metode yang biasanya digunakan untuk memisahkan protein adalah presipitasi differensial, kromatografi penukar-ion, elektroforesis, filtrasi gel, dan ultrasentrifugasi.
Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh Svedberg (1925) dengan prinsip menggunakan gaya sentrifugal. Jika larutan yang mengandung makromolekul sejenis, maka mereka akan turun kebawah tabung sentrifuge pada kecepatan yang sama dan apabila larutan mengandung campuran makromolekul yang mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda, akan terjadi perbedaan penempatan karena adanya perubahan indeks bias dalam larutan.(Cole,A.S,1977).
Pemutaran homogenat di dalam sentrifuge akan memisahkan bagian-bagian sel ke dalam dua fraksi, yaitu pelet, yang terdiri atas struktur-struktur lebih besar yang terkumpul di bagian bawah tabung sentrifuge, dan supernatan, yang terdiri atas bagian-bagian sel yang lebih kecil yang tersuspensi dalam cairan di atas pelet tersebut. Supernatan dapat disentrifugasi kembali dengan kecepatan yang lebih tinggi untuk mendapatkan pelet yang lebih ringan atau kecil daripada pelet pertama. (Campbell,N.A., 2002).
Enzim lipase yang dihasilkan dalam bentuk cair harus dipekatkan terlebih dahulu untuk mendapatkan ekstrak enzim. Proses pemekatan enzim dapat dilakukan dengan pengendapan protein melalui penambahan garam mineral. Metode ini merupakan bagian dari proses isolasi enzim dengan metode ekstraksi. Metode ekstraksi digunakan untuk memisahkan enzim (protein) yang terkandung dalam larutan dengan menggunakan garam mineral, sehingga enzim yang merupakan fraksi berat akan terendapkan di bawah.(Sri,W.M., 2011).
Menurut Belter dkk (1988), dalam pemilihan jenis garam mineral tersebut terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan : (1) Anion efektif dalam urutan sebagai berikut:citrate > PO43- > SO42- > CH3COO- > Cl- > NO3-. (2) Kation efektif dalam urutan sebagai berikut : NH4+ > K+ > Na+ . (3) Dipilih garam yang murah, jika akan digunakan dalam jumlah yang banyak. (4) Dipilih garam yang densitasnya berbeda dari densitas larutan, sehingga dapat dilakukan pemisahan dengan proses sentrifugasi.
Amonium sulfat merupakan garam mineral yang paling umum digunakan dalam proses pengendapan enzim, karena solubilitasnya di dalam air amat tinggi, tidak mengandung zat-zat yang toksik terhadap kebanyakan enzim, harganya relatif murah dan dalam jumlah banyak dapat bertindak sebagai stabilisator enzim itu sendiri (Darwis dan Sukara,1990).