Materi Tentang Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.) [Lengkap]
Biologi Ikan Nila Merah
Ikan nila yang digunakan dalam penelitian ini adalah strain nila merah. Klasifikasi dan tatanama ikan nila menurut Cholik et al. (2005), adalah sebagai berikut :
- Filum : Chordata
- Kelas : Osteichthyes
- Subkelas : Acanthoptherigii
- Ordo : Percomorphi
- Subordo : Percoidea
- Famili : Cichlidae
- Genus : Oreochromis
- Spesies : Oreochromis niloticus.
Secara morfologi ikan nila merah memiliki bentuk tubuh pipih lebar, tubuhnya lebih kecil dari pada panjang tubuh, sisik besar dan kasar, serta kepala relatif kecil. Berdasarkan jenis siripnya, ikan nila merah memiliki sirip dada (pectoral fin), sirip perut (ventral fin), sirip punggung (dorsal fin), sirip ekor (caudal fin), dan sirip anal (anal fin). Selain itu ada gurat sisi (Linea lateralis) pada ikan nila tidak terputus (Affandi et al., 1992).
Bentuk tubuh ikan nila panjang dan ramping dengan sisik berukuran besar. Matanya besar dan menonjol, bagian tepinya berwarna putih. Gurat sisi (linea literalis) terputus dibagian tengah badan kemudian berlanjut, tetapi letaknya lebih kebawah dari pada letak garis yang memanjang di atas sirip dada. Sirip punggung, sirip perut dan sirip dubur mempunyai jari-jari lemah tetapi keras dan tajam seperti duri. Sirip punggungnya berwarna hitam dan sirip dadanya juga tampak hitam (Khairuman dan Amri, 2007).
Perbedaan jenis kelamin pada ikan nila merah adalah sebagai berikut :
ikan nila merah jantan memiliki ukuran sisik yang lebih besar dari pada ikan nila merah betina. Alat kelamin ikan nila merah jantan berupa tonjolan yang agak runcing yang berfungsi sebagai muara saluran urin dan saluran sperma yang terletak di depan anus. Jika diurut, perut ikan nila merah jantan akan mengeluarkan cairan bening. Sedangkan ikan nila merah betina mempunyai lubang genital terpisah dengan lubang saluran urine yang terletak di depan anus (Khairuman dan Amri, 2007).
Ikan nila merah (Oreochromis sp.) merupakan ikan hasil persilangan dari beberapa strain/ varietas Oreochromis.Asal mula munculnya ikan nila menurut Watanabe dkk. (1997) adalah di Amerika Serikat pada tahun 1970. Ikan nila merah asal florida (red tilapia florida) tersebut merupakan spesies mutan dengan kelebihan pigmen merah kekuningan yang diperoleh dari persilangan inbreeding spesies Oreochromis mossambicus (berwarna hitam). Untuk menciptakan spesies ikan nila berwarna merah yang lebih berkualitas, hasil spesies mutan yang berwarna merah kekuningan disilangkan dengan Oreochromis hornorum (berwarna hitam).
Morfologi Ikan Nila Merah
Berdasarkan morfologinya, kelompok ikan Oreochromis berbeda dengan kelompok Tilapia. Secara umum, bentuk tubuh ikan nila panjang dan ramping, dengan sisik berukuran besar. Matanya besar, mononjol dan bagian tepinya berwarna putih. Gurat sisi (Linea literalis) terputus di bagian tengah badan kemudian berlanjut, tetapi letaknya lebih ke bawah daripada letak garis yang memanjang di atas sirip dada. Jumlah sisik pada gurat sisi jumlahnya 34 buah. Sirip punggung, sirip perut, dan sirip dubur mempunyai jari-jari lemah namun keras dan tajam seperti duri. Sirip punggungnya berwarna hitam dan sirip dadanya juga tampak hitam. Bagian pinggir sirip punggung berwarna abu-abu atau hitam (Suyatno, 2005).
Ikan nila memiliki lima buah sirip, yakni sirip punggung (Dorsal fin), sirip dada (Pectoral fin), sirip perut (Venteral fin), sirip anus (Anal fin) dan sirip ekor (Caudal fin). Sirip punggungnya memanjang, dari bagian atas tutup insang hingga bagian atas sirip ekor. Ada sepasang sirip dada dan sirip perut yang berukuran kecil. Sirip anus hanya satu buah dan berbentuk agak panjang. Sementara itu, sirip ekornya berbentuk bulat dan hanya berjumlah satu buah (Khairuman dan Amri, 2007).
Ciri-ciri ikan nila jantan adalah warna badan lebih gelap dari ikan betina, alat kelamin berupa tonjolan (papila) di belakang lubang anus, dan tulang rahang melebar ke belakang. Sedangkan tanda-tanda ikan nila betina adalah alat kelamin berupa tonjolan di belakang anus, dimana terdapat 2 lubang. Lubang yang di depan untuk mengeluarkan telur, sedang yang di belakang untuk mengeluarkan air seni dan bila telah mengandung telur masak perutnya tampak membesar (Suyanto, 2005).
Kebutuhan Nutrisi Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus)
Ikan memiliki kebutuhan yang spesifik terhadap nutrien baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Satu bahan pakan tidak ada yang mengandung seluruh nutrien yang dibutuhkan dalam proporsi yang tepat, sehingga formula pakan yang seimbang menggunakan berbagai bahan dan masing-masing bahan itu memberikan kontribusi terhadap satu atau lebih nutrien penting. Pakan yang baik dapat memenuhi nutrisi yang dibutuhkan oleh ikan. Pada kebutuhan ikan tertentu untuk memacu pertumbuhan memerlukan pakan dengan kandungan nutrisi yang seimbang, didalamnya terkandung bahan-bahan seperti : protein, karbohidrat, mineral, vitamin, dan lemak (Gusrina, 2008).
1. Protein
Protein merupakan salah satu nutrien yang sangat diperlukan bagi kehidupan semua organisme termasuk ikan nila. Protein dibutuhkan sebagai sumber energi utama karena protein terus menerus diperlukan dalam makanan untuk pertumbuhan, pembentukan jaringan, serta penggantian jaringan-jaringan tubuh yang rusak. Kebutuhan protein pada ikan budidaya berkisar antara 27% sampai 60% (Gusrina, 2008). Sedangkan menurut Nuraeni (2004), pakan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan ikan nila mengandung protein 25-35%.
2. Lemak
Lemak adalah senyawa organik yang mengandung unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O) sebagai unsur utama. Beberapa diantaranya ada yang mengandung nitrogen (N) atau fosfor (P). Sumber lemak bagi ikan dapat berasal dari berbagai bahan pakan yaitu minyak hewani atau minyak nabati, keduanya telah ditemukan dan bisa digunakan dalam makanan ikan. Kadar lemak yang mencukupi dalam pakan yaitu 5% untuk kebutuhan ikan nila dan untuk pertumbuhan yang maksimal memerlukan kadar lemak 12% (Chou dan Shiau, 1996 dalam Tyas 2009).
Menurut Mudjiman (2000), lemak merupakan bahan cadangan energi yang utama bagi ikan. Cadangan energi ini akan digunakan pada saat ikan kekurangan makanan. Di dalam makanan, lemak memiliki dua fungsi utama yaitu sebagai sumber energi dan sebagai sumber asam lemak. Asam lemak didalam tubuh dibagi menjadi dua diantaranya asam lemak esensial yang tidak dapat disintesis oleh tubuh hewan yang memakannya dan asam lemak non esensial.
3. Karbohidrat
Karbohidrat dalam pakan merupakan sumber energi bagi ikan. Ketidak tersediaan karbohidrat dan lemak dalam pakan dapat menyebabkan proses metabolisme dan penggunaan protein tidak efisien sehingga dapat mengganggu fungsi alat tubuh serta pertumbuhan ikan. Kadar karbohidrat dalam pakan belum ada batasan, akan tetapi apabila berlebihan akan mengalami gangguan pada beberapa jenis ikan. selain itu juga kekurangan karbohidrat atau lemak mengkibatkan kurangnya efisien penggunaan protein dalam pakan
(Suryaningrum, 2012).
Kadar karbohidrat dalam pakan ikan berkisar antara 10-50%. Kemampuan ikan dalam memanfaatkan karbohidrat bergantung pada enzim pemecah karbohidrat yang dihasilkan. Kebutuhan ikan akan zat tersebut bermacam-macam bergantung pada golongan. Ikan karnivora membutuhkan karbohidrat sekitar 12%, sedangkan untuk omnivora dan herbivora membutuhkan karbohidrat hingga
50% dalam pakannya (Masyamsir, 2001).
4. Nitrogen
Nitrogen adalah komponen utama dalam semua asam amino, yang nantinya dimasukkan ke dalam protein, protein adalah zat yang sangat dibutuhkan organisme perairan dalam pertumbuhan. Nitrogen dalam perairan mencakup nitrogen organik dan anorganik. Nitrogen organik berupa protein, asam amino dan urea. Sedangkan nitrogen anorganik terdiri atas amonia (NH3), amonium (NH4+), nitrit (NO2-), nitrat (NO3-) dan molekul nitrogen dalam bentuk gas (N2) (Effendi, 2003).
Sumber utama nitrogen dalam sistem akuakultur adalah pupuk, pakan dan sel-sel dengan sisa tanaman/hewan mati. Nitrogen yang dihasilkan dari sisa pakan dalam perairan budidaya berupa pakan buatan. Pakan buatan menjadi satu-satunya sumber makanan bagi organisme yang dipelihara pada budidaya intensif (Tacon, 1987 dalam Ekasari 2009). Pakan buatan biasanya mengandung protein dengan kisaran 13-60%, bergantung pada kebutuhan dan stadia organisme yang dibudidayakan (Avnimelech dan Ritvo, 2003).
Menurut Brune et al.(2003), dalam Ekasari (2009) proses metabolisme pakan yang dikonsumsi pada tubuh organisme budidaya akan menghasilkan biomasa serta sisa metabolisme berupa urine dan feses. Protein yang terkandung dalam pakan akan dicerna oleh ikan hanya berkisar 20-30% dari total nitrogen dalam pakan yang dimanfaatkan menjadi biomasa ikan.
5. Bioflok
Bioflok berasal dari kata bios yang berarti kehidupan dan floc (flok) adalah gumpalan. Biofllok merupakan kumpulan dari berbagai macam mikroalga, bakteri, fungi dan organisme lain yang tersuspensi dengan detritus dalam air media budidaya (Suryaningrum, 2012). Bioflok tersusun atas berbagai organisme autotrof dan heterotrof serta partikel-partikel yang teraduk oleh aerasi dan
sirkulasi yang membentuk gumpalan yang saling berintegrasi cukup baik dalam air (Jorand et al., 1995 dalam Ekasari 2009).
Prinsip dasar dalam teknologi bioflok adalah mengubah senyawa organik dan anorganik menjadi massa endapan berupa “bioflocs” dengan menggunakan bakteri pembentuk floks. Selain flok bakteri, berbagai jenis organisme lain juga ditemukan dalam bioflok seperti protozoa dan rotifer (Ekasari, 2009). Menurut Rangka dan Gunarto (2012), prinsip teknologi bioflok yaitu menumbuhkan mikroorganisme terutama bakteri heterotrof di air budidaya yang digunakan untuk menyerap komponen polutan serta ammonia yang ada di air budidaya. Supaya dapat terbentuk bioflok, rasio C:N yang terdapat dalam perairan budidaya pola intensif harus >10:1.
Bakteri pembentuk flok dipilih dari bakteri nonpatogen, memiliki kemampuan mensintesis PHA (Poly Hidroksi Alkanoat), memproduksi enzim ekstraselular, memproduksi bakteriosin (zat yang dihasilkan bakteri probiotik) untuk menekan populasi bakteri patogen, mengeluarkan metabolit sekunder yang menekan pertumbuhan serta menetralkan toksin dari plankton merugikan
(Suryaningrum, 2012).
Pertumbuhan bioflok dalam budidaya dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu biologi, fisika dan kimia. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk mendorong pembentukan bioflok dalam sistem budidaya diantaranya adalah pergantian air seminimal mungkin. Volume pergantian air hanya untuk mengganti penyusutan karena penguapan. Volume pergantian air maksimal 5% per hari
(Aiyushirota, 2009).
Karakteristik bioflok adalah membutuhkan oksigen yang tinggi dan produksi biomasa bakteri. Oleh karena itu, diperlukan aerasi yang berfungsi untuk pengadukan serta memastikan bahwa bioflok tetap tersuspensi dalam air dan tidak mengendap. Oksigen yang diperlukan untuk pengoksidasikan bahan organik sekitar 4-5 ppm (Suryaningrum, 2012).
Intensitas pengadukan dan kandungan oksigen yang terdapat dalam air budidaya juga mempengaruhi struktur dan komposisi. Intensitas pengadukan yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi ukuran bioflok sedangkan kandungan oksigen yang terlalu rendah dapat menyebabkan bioflok cenderung terapung. Kondisi lingkungan abiotik juga berpengaruh terhadap pembentukan bioflok seperti rasio
C/N, pH, temperatur serta kecepatan pengadukkan (De Scryver et al., 2008).
6. Pertumbuhan
Menurut Effendie (2003), pertumbuhan adalah penambahan ukuran panjang dan bobot ikan dalam kurun waktu tertentu yang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pakan yang tersedia, ukuran ikan, kepadatan ikan, umur dan kualitas air. Laju pertumbuhan ikan nila yang dibudidayakan bergantung pada pengaruh fisika dan kimia perairan serta interaksinya. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan yaitu tingkat kelangsungan hidup ikan dipengaruhi oleh manajemen budidaya yang baik antara lain padat tebar, kualitas pakan, kualitas air, parasit atau penyakit (Fajar, 1988).
Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi: keturunan, umur, ketahanan terhadap penyakit, dan kemampuan memanfaatkan makanan, sedangkan faktor eksternal meliputi suhu, kualitas dan kuantitas makanan, serta ruang gerak (Gusrina, 2008). Menurut Mudjiman (2000), kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan akan dapat dipercepat jika pakan yang diberikan memiliki nutrisi yang cukup. Untuk memacu Pertumbuhan, jumlah nutrisi pada pakan yang dicerna dan diserap oleh ikan lebih besar dari jumlah yang diperlukan untuk pemeliharaan tubuhnya.
7. Kualitas Air
Kegiatan budidaya harus memperhatikan kualitas air budidaya karena kondisi air yang tidak sesuai dengan kondisi optimal maka akan menyebabkan pertumbuhan terhambat. Beberapa hal yang dapat menurunkan kualitas lingkungan perairan adalah pencemaran limbah organik, limbah zat kimia pabrik, serta pestisida dari penyemprotan di sawah dan kebun. Kekeruhan air yang disebabkan oleh pelumpuran juga mempengaruhi pertumbuhan ikan. Akan tetapi berbeda dengan kekeruhan air yang disebabkan oleh plankton. Karena plankton baik untuk makanan ikan nila (Hidayati, 2009).
Pada kegiatan budidaya pemeliharaan kualitas air dapat dilakukan dengan penyiponan, pergantian air, dan penggunaan filter air. Ikan nila dapat hidup pada kisaran suhu yang lebar yaitu antara 14-38ºC. Secara alami ikan nila dapat memijah pada suhu 22-37ºC, namun suhu optimal berkisar antara 25-30ºC. Kisaran pH antara 5-11 dapat ditoleransi oleh ikan nila, tetapi untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal adalah berkisar antara 7-8 (Arie, 2000).
Konsentrasi oksigen terlarutyang optimum untuk pertumbuhan ikan adalah 5,0 mg/L, namun DO minimum yang harus dipertahankan dalam pemeliharaan ikan nila harus lebih tinggi dari 3 mg/L (Stickney, 1993). Budidaya ikan nila mempunyai toleransi yang tinggi terhadap salinitas berkisar 0-35 permil ikan nila. Amonia merupakan bentuk nitrogen anorganik yang bersifat toksik terhadap organisme budidaya. Menurut Boyd (1991), konsentrasi NH3 bukan ion pada air kolam sekitar 0,1-0,3 mg/l. Berpengaruh mematikan dan konsentrasi ammonia baru bersifat toksik berkisar 0,6-2,0 mg/l.
Pertumbuhan Ikan Nila Merah
Pertumbuhan merupakan proses pertambahan ukuran (volume, massa, atau dimensi tertentu) yang berlangsung di dalam organisme (Alberts, 2002). Ikan nila merah memiliki beberapa fase dalam pertumbuhannya mulai dari telur hingga menjadi induk. Telur merupakan fase awal kehidupan nila merah. Telur ikan nila merah dicirikan dengan bentuk bulat, berwarna kuning dan bersifat tidak melekat. Telur nila merah berdiameter antara 2 – 2,5 mm. setiap butir memiliki berat rata-rata 0,02 g. Fase telur berlangsung selama 6 – 7 hari atau tergantung suhu air.
Telur kemudian berubah menjadi larva yang masih memiliki kuning telur sebagai cadangan makanan. Fase ini berlangsung selama 2 – 3 hari. Larva belum memerlukan pakan dari luar. Dalam waktu satu bulan larva berubah menjadi benih/ anak ikan yang berukuran panjang antara 2 – 3 cm dengan berat antara 0,8 – 1 gram. Sebulan kemudian panjang dan beratnya berubah menjadi 4 – 8 cm dengan berat antara 3 – 6 gram. Pada umur tiga bulan benih tersebut mencapai panjang 10 – 12 cm dengan berat 15 – 20 gram. Tiga bulan kemudian, nila merah sudah mencapai ukuran ikan yang umum dipasarkan yang panjangnya 15 – 20 cm dan berat 300 – 400 gram. Pada ukuran ini sebenarnya nila merah sudah menjadi calon induk dan mulai belajar untuk memijah, namun dibutuhkan waktu 1 – 2 bulan kedepan untuk menjadi calon induk yang baik (Suyanto, 2005).
Parameter Kualitas Air
Ikan nila memiliki toleransi yang tinggi terhadap lingkungan hidupnya sehingga ikan nila bisa dipelihara di dataran rendah berair payau ataupun di dataran tinggi berair tawar. Habitat hidup ikan nila cukup beragam, yaitu di sungai, danau, waduk, rawa, sawah, kolam atau tambak. Parameter kualitas air yang mempengaruhi kelangsungan hidup ikan nila adalah suhu, pH, oksigen terlarut (DO) dan salinitas (Suyatno, 2005).
Suhu Air
Ikan nila dapat tumbuh secara normal pada kisaran suhu 14 – 38 oC dan dapat memijah secara alami pada suhu 22 – 37 oC. Untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan, suhu optimal bagi ikan nila adalah 25 – 30oC (Khairuman, 2007). Pertumbuhan nila biasanya akan terganggu jika suhu habitatnya lebih rendah dari 14 oC dan suhu di atas 38 oC. Pada suhu 6 oC atau 42 oC ikan nila mengalami kematian(BFAR-NFFTC, 2004).
Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) sangat penting sebagai salah satu parameter kualitas air karena dapat mengontrol tipe dan laju reaksi di air, tidak semua mahluk hidup bisa bertahan dengan perubahan nilai pH. Derajat keasaman yang dapat ditolerir oleh ikan nila berkisar antara 5 - 9. Sedangkan derajat keasaman (pH) optimal adalah antara 7 – 8. (Khairuman dan Amri, 2007).
Oksigen Terlarut (DO)
Ikan nila termasuk ikan yang tahan dalam kondisi kekurangan oksigen. Kandungan oksigen yang baik untuk ikan nila minimal 3 mg/ liter air dan kandungan karbondioksida kurang dari 5 mg/liter air (BFAR-NFFTC, 2004). Oksigen diperlukan ikan untuk respirasi dan metabolisme dalam tubuh ikan untuk aktivitas berenang, pertumbuhan, reproduksi dan lain-lain. Laju pertumbuhan dan konversi pakan juga sangat tergantung pada kandungan oksigen. Nilai oksigen di dalam pengelolaan kesehatan ikan sangat penting karena kondisi yang kurang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan dapat mengakibatkan ikan stress sehingga mudah terserang penyakit. Kandungan oksigen terlarut yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan ikan nila sebesar 5 mg/l (Khairuman dan Amri, 2007).
Salinitas
Pengertian salinitas menurut Hutabarat (2006) adalah konsentrasi rata - rata seluruh garam yang terdapat di dalam air. Kadar dua unsur utama dari air laut yang bersalinitas 34,482 ppt, adalah ion Na+ sebanyak 10,556 ppt dan Cl¬- 18,980 ppt. Wibisono (2005) mendifinisikan bahwa salinitas merupakan jumlah total (gram) dari material padat termasuk garam NaCl yang terkandung dalam air laut sebanyak 1 (satu) Kg, dimana bromin dan iodin diganti dengan klorin dan bahan organik seluruhnya telah dibakar habis.
Berdasarkan tingkat salinitas maka perairan laut (pelagik) dapat dibagi menjadi beberapa golongan yakni : Oligohaline (0,5 – 3,0 ppt), Mesohaline (3,0 – 10,0 ppt), Pleo-mesohaline (10,0 – 17,0 ppt), Polyhaline (17,0 – 30,0 ppt), Ultrahaline (lebih dari 30 ppt) (Wibisono, 2005).
Watanabe dkk (1989), Pershbacher (1992), Pang, K.C. (2005), El-Sayed (2006), menyatakan bahwa ikan nila dapat hidup di perairan tawar hingga laut, dengan rentang salinitas 0 – 35 ppt. Dimana, untuk hidup di salinitas yang lebih tinggi dari perairan tawar, ikan nila harus mengalami proses aklimatisasi terlebih dahulu.
Pendapat para peneliti mengenai pengaruh pertumbuhan ikan nila terhadap perbedaan salinitas berbeda-beda. Aqsah dan Younis (2006) menyatakan tingkat pertumbuhan ikan nila di air tawar, payau dan laut adalah berbeda signifikan. Seiring dengan pertambahan salinitas, terjadi penurunan tingkat pertumbuhan.
Ridha (2008) mengatakan bahwa setiap strain/ vaerietas ikan nila memiliki tanggapan yang berbeda terhadap toleransi salinitas. Spesies dan strain ikan nila berpengaruh terhadap toleransi salinitas dan pertumbuhannya. Oreochromis niloticus tidak bisa mentolerir salinitas lebih dari 20 ppt dan tidak bisa tumbuh secara baik di air laut. Di air laut nila GIFT dapat tumbuh lebih baik atau sama dengan di air tawar. Di samping itu, Aboumourad (2009) menuliskan bahwa pertumbuhan ikan nila Oreochromis niloticus, Oreochromis aureus dan hibrid antara keduanya pada air laut lebih tinggi secara signifikan daripada di air tawar. Watanabe (1997) mengatakan bahwa kemampuan pertumbuhan ikan nila merah florida di air payau dan air laut lebih cepat daripada di air tawar.
Habitat dan Kebiasaan Makan Ikan Nila Merah
Ikan nila hidup di tempat-tempat yang airnya tidak begitu dalam dengan arus air yang tidak deras. Ikan nila lebih suka hidup didaerah tepi perairan (Djarijah, 1995). Menurut Khairuman dan Amri (2007), ikan nila merupakan ikan yang kurang suka menantang arus dan biasa hidup di tepi-tepi sungai atau kolam. Ikan nila dapat memijah sepanjang tahun dengan frekuensi pemijahan paling banyak pada musim penghujan. Ikan nila dapat memijah sebanyak 6-7 kali dalam setahun. Pertumbuhan ikan ini tergolong cepat karena pada umur 4-5 bulan sudah mencapai fase dewasa. Sedangkan untuk fase produktif dalam pemijahan berumur 1,5-2 tahun dengan bobot diatas 500 g/ekor.
Ikan nila merupakan ikan pemakan segala (omnivora), karena hal tersebut ikan ini mudah dalam pemeliharaanya. Pada stadia benih ikan ini diberi pakan zooplankton seperti : Rotifer sp., Moina sp., atau Daphnia sp. Selain zooplankton, ikan ini dapat diberi pakan berupa alga atau lumut. Pada stadia dewasa ikan ini dapat diberi pakan tambahan berupa pelet (Khairuman & Amri, 2007).