Sistem Pendidikan Jurusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

Perkembangan dunia pendidikan saat ini sedang memasuki era yang ditandai dengan gencarnya inovasi teknologi, sehingga menuntut adanya penyesuaian sistem pendidikan yang selaras dengan tuntutan dunia kerja. Pendidikan harus mencerminkan proses memanusiakan manusia dalam arti mengaktualisasikan semua potensi yang dimilikinya menjadi kemampuan yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat luas. Hari Sudrajat (2003) mengemukakan bahwa : “Muara dari suatu proses pendidikan, apakah itu pendidikan yang bersifat akademik ataupun pendidikan kejuruan adalah dunia kerja, baik sektor formal maupun sektor non formal”.

Sistem Pendidikan Jurusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

Tingkat keberhasilan pembangunan nasional Indonesia di segala bidang akan sangat bergantung pada sumber daya manusia sebagai aset bangsa dalam mengoptimalkan dan memaksimalkan perkembangan seluruh sumber daya manusia yang dimiliki. Upaya tersebut dapat dilakukan dan ditempuh melalui pendidikan, baik melalui jalur pendidikan formal maupun jalur pendidikan non formal. Salah satu lembaga pada jalur pendidikan formal yang menyiapkan lulusannya untuk memiliki keunggulan di dunia kerja, diantaranya melalui jalur pendidikan kejuruan.

Pendidikan kejuruan yang dikembangkan di Indonesia diantaranya adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dirancang untuk menyiapkan peserta didik atau lulusan yang siap memasuki dunia kerja dan mampu mengembangkan sikap profesional di bidang kejuruan. Lulusan pendidikan kejuruan, diharapkan menjadi individu yang produktif yang mampu bekerja menjadi tenaga kerja menengah dan memiliki kesiapan untuk menghadapi persaingan kerja. Kehadiran SMK sekarang ini semakin didambakan masyarakat; khususnya masyarakat yang berkecimpung langsung dalam dunia kerja. Dengan catatan, bahwa lulusan pendidikan kejuruan memang mempunyai kualifikasi sebagai (calon) tenaga kerja yang memiliki keterampilan vokasional tertentu sesuai dengan bidang keahliannya.

Gambaran tentang kualitas lulusan pendidikan kejuruan yang disarikan dari Finch dan Crunkilton (1979), bahwa : “Kualitas pendidikan kejuruan menerapkan ukuran ganda, yaitu kualitas menurut ukuran sekolah atau in-school success standards dan kualitas menurut ukuran masyarakat atau out-of school success standards”. Kriteria pertama meliputi aspek keberhasilan peserta didik dalam memenuhi tuntutan kurikuler yang telah diorientasikan pada tuntutan dunia kerja, sedangkan kriteria kedua, meliputi keberhasilan peserta didik yang tertampilkan pada kemampuan unjuk kerja sesuai dengan standar kompetensi nasional ataupun internasional setelah mereka berada di lapangan kerja yang sebenarnya.

Upaya untuk mencapai kualitas lulusan pendidikan kejuruan yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja tersebut, perlu didasari dengan kurikulum yang dirancang dan dikembangkan dengan prinsip kesesuaian dengan kebutuhan stakeholders. Kurikulum pendidikan kejuruan secara spesifik memiliki karakter yang mengarah kepada pembentukan kecakapan lulusan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pekerjaan tertentu. Kecakapan tersebut telah diakomodasi dalam kurikulum SMK yang meliputi kelompok Normatif, Adaptif dan kelompok Produktif.

Pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang dimulai dari berpikir mengenai ide kurikulum sampai bagaimana pelaksanaannya di sekolah. Hasan (1988) mengungkapkan bahwa, aspek-aspek dalam prosedur pengembangan kurikulum merupakan aspek-aspek kegiatan kurikulum yang terdiri atas empat dimensi yang saling berhubungan satu terhadap yang lain,   yaitu : (1) Kurikulum sebagai suatu ide atau konsepsi, (2) Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, (3) Kurikulum sebagai suatu kegiatan (proses) dan (4) Kurikulum sebagai suatu hasil belajar.

Kurikulum yang diimplementasikan di SMK saat ini, khusus untuk kelompok produktif masih menggunakan kurikulum tahun 2004, sedangkan untuk kelompok normatif dan adaptif sudah menggunakan model pengelolaan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) 2006. Pada tataran implementasi kurikulum ini mauntut kreativitas guru di dalam memberikan pengalaman belajar yang dapat meningkatkan kompetensi peserta didik, karena betapapun baiknya kurikulum yang telah direncanakan pada akhirnya berhasil atau tidaknya sangat tergantung pada sentuhan aktivitas dan kreativitas guru sebagai ujung tombak implementasi suatu kurikulum.


Pendidikan dan pelatihan di SMK; khusnya pada program produktif yang sesuai dengan bidang keahlian, secara ideal dituntut untuk menerapkan pendekatan pembelajaran yang mampu memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik di dalam penguasaan kompetensi atau kemampuan kerja sesuai dengan tuntutan dunia usaha dan industri. Pendekatan pembelajaran tersebut terdiri dari : Pelatihan Berbasis Kompetensi (Competency Based Training), Pelatihan Berbasis Produksi (Production Based Training) dan Pelatihan Berbasis Industri. Dengan menerapkan pendekatan pembelajaran ini diharapkan mampu memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik di dalam penguasaan seluruh kompetensi yang harus dikuasai sesuai Standar Kompetensi Nasional, sehingga mereka mampu mengikuti uji level pada setiap akhir semester untuk Kelas X dan XI serta uji kompetensi untuk kelas XII yang dilaksanakan oleh pihak industri sebagai inatitusi pasangan.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel