Inilah 2 Faktor Dominan yang Mempengaruhi Proses Fermentasi Roti
Roti merupakan hasil olahan pangan yang kaya akan karbohidrat, roti sangat umum dikonsumsi di masyarakat, pada awalnya roti hanya dikonsumsi oleh masyarakat yang tinggal di daerah barat. Namun saat ini roti sudah menjadi bagian dari konsumsi masyarakat di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Roti merupakan salah satu bentukmakanan pokok yang cukup diminati masyarakat Indonesia. Roti sudah dikenal sebagai makanan sehari-hari terutama golongan masyrakat umum. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya terdiri industri roti baik dalam skala rumah tangga maupun industri menengah (Kusmiati, 2005)
Kini roti semakin digemari oleh semua kalangan.Jika dulu masyarakat Indonesia lebih memilih untuk sarapan pagi dengan nasi atau bubur. Roti pun menjadi pilihan mereka untuk dikonsumsi pada pagi hari, selain itu roti dijadikan camilan.
Roti khususnya roti tawar menjadi salah satu pangan olahan dari terigu yang banyak dikonsumsi masyarakat.Harga yang relatif murah, menyebabkan roti tawar mudah dijangkau oleh seluruh lapisan mayarakat baik dari lapisan bawah, menengah hingga atas. Tingginya konsumsi roti baik itu sebagai makanan untuk sarapan pagi, maupun sebagai snack/camilan, menyebabkan kebutuhan terigu sebagai bahan utama pembuat roti ikut meningkat (Bramtades, 2013)
Faktor Yang Mempengaruhi Fermentasi Roti
Produk roti ini makanan berbahan dasar utama tepung terigu air, ragi roti dan garam yang difermentasikan dengan ragi. Serta bahan tambahan lain seperti telur,gula,susu, bread improver,dan shortening. Ada banyak faktor yang mempengaruhi pegembangan adonan pada roti diantaranya yang paling dominan adalah kandungan gluten dan lama fermentasi. Pada saat fermentasi berlangsung akan menghasilkan gas CO2 akan terperangkap pada gluten, sehingga menyebabkan adonan menjadi mengembang.
Banyak faktor yang mempengaruhi proses fermentasi adonan, namun tetap harus diingat bahwa dalam proses fermentasi tersebut yang dipentingkan adalah pengembangan adonan. Pengembangan adonan sendiri merupakan akibat dari peningkatan tekanan internal akibat dari gas CO2 yang dihasilkan ( Nyoman, 2009).
Adanya penambahan ragi dengan konsentrasi yang cukup akan mempengaruhi pengeluaran banyaknya gas CO2 yang keluar, sehingga menyebabkan adonan pada roti tawar mengembang. Menurut Lavlinesia (1995) diperkirakan tidak tepatnya komposisi bahan seperti kandungan air, kandungan protein dan ketebalan adonan akan mempengaruhi proses pengeluaran uap air atau gas lain seperti CO2 selama pemanggangan, sehingga akan mempengaruhi proses pengembangan roti.
Akan tetapi faktor pengembangan adonan sangat berkaitan dengan waktu fermentasi dan kondisi fermentasi yang terkontrol. Namun apabila waktu fermentasi yang berlebihan akan menyebabkan roti menjadi masam.
Waktu fermentasi berhubungan erat dengan kemampuan adonan mengembang (ekstensibilitas) dan menahan gas (resistensi). Apabila rasio resistensi dan ekstensibilitasnya tinggi, maka sulit mengembang, sebaliknya apabila rasionya terlalu rendah, maka adonan mengembang besar namun mudah runtuh, karena struktur glutennya sudah menurun kekuatannya.Rasio resistensi dan ekstensibilitas yang baik untuk roti dicapai dalam rentang waktu 90 – 120 menit.Rentang waktu ini sebagai patokan waktu fermentasi.Secara teknis biasanya menghentikan fermentasi setelah adonan mengembang dua kali lipat dari sebelum fermentasi dimulai (Utami, 2010).
Menurut Kotschevar (1975) suhu fermentasi yang baik adalah 32-380C, dengan kelembaban relatif 80-85%. Waktu fermentasi yang berlebihan menyebabkan adonan menjadi masam. Jika ragi, air dan tepung dikombinasikan, enzim diatase di dalam tepung saat proses fermentasi akan memecah kadar pati, maka volume roti juga akan menurun, terutama itu, semakin rendah kadar pati, maka volume roti juga akan menurun. Ragi bekerja mengkonsumsi gula dari pati sehingga dihasilkan gas CO2 dan etil alcohol. GasCO2 akan ditahan dalam adonan oleh jaringan yang dibentuk oleh gluten sehingga adonan mengembang. 4lk*h*l yang dihasilkan memberi flavor pada roti. Gas CO2 akan menguap selama pembakaran.
Peningkatan kadar air ini disebabkan karena semakin lama waktu fermentasi aktivitas Saccharomyces cereviceae semakin meningkat sehingga kadar air yang dihasilkan akan semakinbanyak. Hal ini disebabkan karena pada proses fermentasi terjadi perombakan glukosa menjadi karbondioksida (CO2) dan air (H2O) sehingga akan meningkatkan kadar air pada bahan kering (Fardiaz,1992).